Busana tradisional Betawi

Busana Abang-None, salah satu busana tradisional Betawi

Busana tradisional Betawi (bahasa Betawi: pakéan adatnyé Betawi) adalah salah satu khazanah busana tradisional Indonesia khas etnis Betawi, yang berkembang dan berasal dari wilayah Jabodetabek di pulau Jawa, Indonesia. Busana masyarakat Betawi memperlihatkan pengaruh dari berbagai budaya lokal di sekitarnya, seperti budaya Sunda, Jawa, dan Melayu; serta berbagai budaya asing terutama Arab, Tionghoa, dan Eropa.[1][2]

Pakaian sehari-hari masyarakat Betawi meliputi berbagai jenis pakaian yang umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, terdapat pula pakaian khusus untuk pengantin pria dan wanita Betawi, yang mereka kenakan ketika acara pernikahan.[3]

Pria

Beberapa busana adat Betawi yang sering digunakan oleh kaum laki-laki terdiri antara lain sebagai berikut:

Baju Pangsi

Dua pesilat memakai Baju Pangsi dalam acara Palang Pintu

Baju Pangsi adalah pakaian tradisional Betawi yang dahulu sering dikenakan oleh para pendekar silat (jawara), tukang pukul (jagoan), atau penjaga malam (centeng).[4] Saat ini, pakaian dipakai dalam acara-acara kenduri dan budaya masyarakat Betawi. Baju ini terdiri dari blus luar lengan panjang berkerah besar berwarna gelap atau putih, dengan baju dalaman tanpa kerah (baju tikkim) atau singlet. Pasangannya ialah celana longgar (celana pangsi) berwarna senada atau batik, ikat pinggang besar khas Betawi, dan golok panjang di pinggang. Kepala memakai peci atau ikat kepala batik, kaki berterompah kulit, dan kadang ditambah sarung yang dililitkan di leher. Aksesori tambahan ialah gelang bahar hitam dan cincin berbatu akik besar.[1][5]

Baju Sadariah

Baju Sadariah adalah pakaian kasual pria sehari-hari yang sejenis baju koko, umumnya berwarna polos dan tidak berkerah. Pakaian ini dipasangkan dengan celana berwarna gelap atau celana longgar (celana komprang) batik dengan warna yang tidak mencolok seperti putih, hitam, dan coklat, biasanya dengan motif parang atau lereng. Di pundak, diselempangkan sarung pelekat batik yang disebut juga cukin, dengan warna cerah atau gelap. Di kepala dikenakan peci beludru hitam, dan sebagai alas kaki dikenakan sandal terompah.[6][7]

Jas Tutup Ujung Serong

Hiasan kuku macan pada Jas Tutup Ujung Serong

Jas Tutup Ujung Serong adalah pakaian tradisional bangsawan atau demang Betawi pada zaman dahulu. Pakaian ini terdiri dari kemeja dalaman putih, jas tutup berwarna hitam atau gelap, kain batik yang menutupi pinggang hingga di atas lutut, dan celana pantalon hitam atau yang sewarna dengan jasnya. Kain batik yang dikenakan sedikit dikeluarkan sehingga terlihat miring (serong). Tutup kepala menggunakan kopiah, dan kaki memakai sepatu pantopel. Aksesori lainnya adalah jam saku dengan rantai hiasan kuku macan, serta semacam badik pendek (pisau raut) yang diselipkan di pinggang.[7][8]

Jas Abang

Jas Abang adalah pakaian remaja atau pemuda Betawi masa kini (gaya Abang-None Jakarta) yang sering dikenakan dalam acara resmi. Desainnya diadaptasi dari Jas Tutup Ujung Serong dan Pakaian Juragan. Terdiri dari jas kerah tutup bersaku dan celana pantalon sewarna, bagian pinggang dililit selendang batik (lokcan), kadang-kadang ditambah kain sarung (cukin) yang digantungkan di bahu. Kepala mengenakan sejenis blangkon (liskol), dan kaki memakai sepatu pantofel atau selop. Aksesori lainnya adalah jam saku dengan rantai hiasan kuku macan.[5][9]

Wanita

Beberapa busana adat Betawi yang sering digunakan oleh kaum perempuan terdiri antara lain sebagai berikut:

Kebaya Kerancang

Kebaya Kerancang adalah pakaian perempuan Betawi berupa kebaya berwarna polos dengan motif bordir berlubang-lubang. Bagian depan dan lengan kebaya memiliki renda atau bordir berlubang-lubang (kerancang), dan ujung depan kebaya meruncing ke bawah (sondai). Kebaya untuk pemudi biasanya sepanjang panggul, sedangkan untuk wanita yang lebih tua kebaya lebih panjang hingga di bawah panggul dan berwarna lebih tua. Pasangannya adalah sarung atau kain panjang batik, motifnya tumpal, tombak, buketan, susur, dll. Di bahu, diletakkan selendang, dan kebaya ini dipadukan dengan selop berhiaskan manik-manik (mote). Aksesori tambahan meliputi kalung liontin, peniti tak atau peniti cangrang; telinga bergiwang asur atau anting seketel, serta rambut bisa dihiasi ronce melati dan/atau tusuk konde.[10][11]

Kebaya Encim

Kebaya Encim, juga disebut Kebaya Nyonya,[1] adalah sejenis kebaya yang banyak dikenakan wanita peranakan Tionghoa dan Betawi, khususnya oleh para gadis dan ibu muda.[11] Kata encim berarti "bibi" dalam bahasa Hokkien.[1] Kebaya ini didominasi oleh warna cerah dan mencolok,[5][12] serta dipengaruhi oleh desain Eropa melalui penggunaan bahan brokat dan bordir.[1] Sulaman bordirnya berwarna-warni dengan motif khas Tionghoa seperti bunga, burung hong, dan kupu-kupu[12] yang biasanya terletak di bagian tangan dan bawah kebaya.[1] Ujung kebaya juga dibuat meruncing (sondai)[12] seperti Kebaya Kerancang, namun ujungnya agak datar. Bawahannya ialah kain batik bermotif geometris[5] atau batik pesisiran bermotif Tionghoa,[12] serta selendang yang sewarna.[5]

Kebaya Indo-Belanda

Kebaya Indo-Belanda adalah sejenis kebaya yang dikenakan oleh para noni Indo-Belanda pada masa pra-kemerdekaan, terutama sejak awal abad ke-19.[13] Bahan kebaya dipilih untuk menyesuaikan dengan iklim tropis, yaitu bahan transparan tipis dan berenda (voile, paris, batis, dan antekres) yang diimpor dari Eropa.[13] Atasan kebaya tipis putih berenda dikenakan untuk siang hari, sedangkan untuk malam hari dari sutera hitam.[14] Sebagai kain batiknya, dikenakan batik Van Zuylen, yaitu modifikasi batik Pekalongan yang diproduksi oleh orang Indo-Belanda dengan motif buket bunga Eropa.[15] Untuk kalangan berada, digunakan bahan batik sutra.[15] Kebaya ini kadang juga dikenakan oleh nyai (istri pribumi orang Belanda) untuk menunjukkan status sosialnya yang tinggi.[14]

Kebaya None

Kebaya None (baju wanita muda, gaya Abang-None Jakarta)

Galeri

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b c d e f Krisnawati, Rindang. "5 Pakaian Adat Betawi Beserta Sejarah Singkat dan Atributnya". detikedu. Diakses tanggal 2024-07-10. 
  2. ^ Abdurachman et al. 1995/1996, hlm. 14.
  3. ^ Abdurachman et al. 1995/1996, hlm. 16.
  4. ^ Abdurachman et al. 1995/1996, hlm. 47-48.
  5. ^ a b c d e "9 Jenis Pakaian Adat Betawi, Keunikan, Makna Beserta Atributnya". haibunda.com. Diakses tanggal 2024-07-10. 
  6. ^ antaranews.com (2020-06-23). "Baju Sadariah, pakaian adat Betawi untuk kaum Adam". Antara News. Diakses tanggal 2024-07-07. 
  7. ^ a b Sugiarto, R. Toto (2016-01-01). Ensiklopedi Seni Dan Budaya 3: Pakaian Nusantara. Media Makalangan. 
  8. ^ "Jas Tutup Ujung Serong Pakaian Khas Betawi". kebudayaanbetawi.com. 2021-06-12. Diakses tanggal 2024-07-10. 
  9. ^ Abdurachman et al. 1995/1996, hlm. 33-34.
  10. ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2024-07-18. 
  11. ^ a b Abdurachman et al. 1995/1996, hlm. 37-38.
  12. ^ a b c d Kurniawan 2020, hlm. 24.
  13. ^ a b Kurniawan 2020, hlm. 92.
  14. ^ a b Tempo, Pusat Data Dan Analisa. Mengenal Lebih Jauh Kebaya Indonesia. Tempo Publishing. hlm. 23–24. ISBN 978-623-339-993-7. 
  15. ^ a b Abdurachman et al. 1995/1996, hlm. 32.

Bacaan lanjutan