Bunraku

Gedung Teater Nasional Bunraku di Osaka

Bunraku (文楽) adalah sandiwara boneka tradisional Jepang yang merupakan salah satu jenis ningyo johruri (人形浄瑠璃, ningyō jōruri, boneka jōruri). Istilah bunraku khususnya digunakan untuk ninyo johruri (sandiwara boneka dengan pengiring musik johruri) yang berkembang di Osaka. Jōruri atau ditulis sebagai johruri adalah sebutan untuk naskah dalam bentuk nyanyian. Penyanyi johruri disebut tayū, dan menyanyi dengan iringan musik shamisen.

Kesenian ini bermula dari pementasan ningyo johruri oleh seniman Uemura Bunrakuken I di Osaka sehingga diberi nama "bunraku". Sebelumnya, kesenian ini juga disebut ayatsuri jōruri shibai (sandiwara johruri ayatsuri), dan baru secara resmi dinamakan bunraku sejak akhir zaman Meiji (1868-1912).[1]

Sebuah boneka dimainkan oleh tiga orang dalang yang disebut ningyō tsukai. Sewaktu memainkan boneka, dalang tidak menyembunyikan diri dari pandangan penonton. Gerak-gerik boneka dibuat bagaikan hidup, dengan kedua tangan dan kaki yang bisa digerak-gerakkan, serta wajah boneka yang bisa berubah ekspresi sesuai karakter yang dimainkan. Boneka memiliki mekanisme penggerak pada wajah (mata dan mulut), dan sendi-sendi kedua belah lengan, kaki, dan jari-jari tangan yang bisa digerak-gerakkan. Dalang hanya bertugas menggerakkan boneka, sedangkan semua dialog yang diucapkan boneka menjadi tugas 'tayū' dengan iringan musik shamisen.

Tingkatan dalang diatur hierarki yang ketat, berdasarkan tingkat keterampilan dan pengetahuan. Dalang paling berpengalaman menggerakkan bagian kepala dan lengan kanan. Dalang dengan pengalaman di bawahnya bertugas menggerakkan lengan kiri, sedangkan bagian kaki digerakkan dalang yang paling yunior. Dalang kepala mengenakan geta berhak tinggi (20 cm hingga 50 cm) dari kayu untuk mengimbangi posisi dalang ketiga yang menggerakkan bagian kaki boneka.[2]

Kementerian Pendidikan Jepang menetapkan bunraku sebagai Warisan Agung Budaya Nonbendawi. UNESCO menetapkan bunraku sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dalam daftar yang diterbitkan tahun 2003.

Istilah

Bunraku adalah pertunjukan yang hanya dibawakan oleh laki-laki. Tiga unsur pertunjukan teater bunraku disebut sangyō yang terdiri dari tayū (penyanyi), pemain shamisen, dan ningyō tsukai (dalang).

Di sisi kanan penonton, terdapat panggung yang disebut yuka. Di atas yuka terdapat panggung berputar yang menjadi tempat duduk tayū dan pemain shamisen.

Bagian tubuh dalang dari pinggang ke bawah dihalangi dari pandangan penonton memakai penghalang dari papan kayu yang disebut tesuri.

Penyanyi

Tayū adalah sebutan untuk penyanyi yang melantunkan johruri (narasi dengan iringan shamisen). Dari berbagai jenis kesenian johruri yang ada, error: {{nihongo}}: Butuh teks Jepang atau romaji (bantuan) adalah salah satu jenis johruri yang dimulai oleh Takemoto Gidayū dari Osaka pada awal zaman Edo.

Pertunjukan lazimnya hanya menggunakan seorang tayū yang membawakan dialog untuk semua karakter dalam cerita. Pada pementasan cerita yang panjang dan melelahkan bisa terjadi pergantian tayū di tengah-tengah cerita. Pada cerita yang perlu dialog bersahut-sahutan, dua tayū atau lebih bisa tampil duduk berjejer di panggung.

Pemusik

Pemain shamisen memainkan shamisen berukuran besar dengan gema yang terdengar berat (futo) sehingga disebut futozao shamisen. Pemusik duduk dalam posisi seiza, tetapi kedua belah kaki dilipat ke belakang dengan lutut dibuka lebar, dan seluruh berat badan bertumpu di bagian pantat.

Dalang

Di zaman dulu, sebuah boneka hanya digerakkan seorang dalang. Pertunjukan memakai tiga orang dalang untuk sebuah boneka diperkenalkan pada tahun 1734 dalam pertunjukan berjudul "Ashiya Dōman Ōchi Kagami". Di zaman sekarang, bunraku memakai tiga orang dalang untuk sebuah boneka. Dalang senior yang disebut omozukai menggerakkan bagian leher (kepala) dan lengan kanan. Sebelum menjadi omozukai dibutuhan pengalaman "sepuluh tahun untuk menggerakan kaki, sepuluh tahun untuk lengan kiri".[2] Dalang penggerak lengan kiri disebut hidarizukai, sedangkan dalang penggerak kaki disebut ashizukai. Ketiga orang dalang yang berpakaian serba hitam (kuroko) menyatukan ritme bernapas berdasarkan isyarat yang diberikan dalang kepala. Pada adegan yang penting, dalang kepala sering sengaja tidak menyembunyikan wajahnya dari pandangan penonton (teknik dezukai).

Boneka

Kepala boneka

Boneka yang digunakan dalam bunraku memiliki berbagai macam kepala (kashira). Kepala boneka laki-laki dan perempuan dalam berbagai bentuk dan ekspresi wajah digunakan untuk menampilkan beraneka ragam karakter, pekerjaan, status sosial, dan umur.

Kepala boneka tertentu hanya bisa digunakan untuk peran tertentu. Sebagian kepala boneka bisa digunakan untuk berbagai peran dengan memakaikan rambut palsu (wig), atau merias wajah boneka dengan cat. Sebelum bisa dipakai dalam pementasan, wajah boneka dirias dulu dengan cat.

Rambut palsu untuk kepala boneka dibuat secara khusus dan merupakan seni kerajinan tersendiri. Sebagian besar karakter mengandalkan rambut palsu untuk memperlihatkan sifat karakter dan status sosial. Rambut palsu dibuat dari rambut manusia dicampur bulu ekor yak agar terlihat mengembang. Bagian akar rambut palsu disatukan pada lembaran tembaga yang tidak dilekatkan secara permanen pada kepala boneka. Campuran air dan lilin lebah digunakan sebagai perekat agar rambut palsu tidak merusak permukaan kepala boneka.

Jenis kepala boneka

Kepala boneka (kashira) laki-laki
  • Bunshichi: kepala boneka dengan ekspresi maskulin laki-laki tampan tetapi sudah lama menderita, digunakan untuk tokoh utama cerita tragedi
  • Kenbishi: kepala boneka dengan garis mulut yang tegas menandakan kemauan keras, digunakan untuk samurai, orang kota, dan sebagainya
  • Ōdanshichi: kepala boneka dengan ekspresi lelaki pemberani
  • Darasuke: kepala boneka dengan ekspresi mengejek untuk peran orang jahat
  • Yokanpei: kepala boneka dengan wajah buruk untuk peran orang jahat yang komikal
  • Matahei: kepala boneka dengan ekspresi rakyat biasa, orang kecil, atau penduduk kota yang jujur
  • Kiichi: kepala boneka untuk peran samurai tua dengan hati yang penuh cinta
  • Genda: kepala boneka untuk peran laki-laki tampan berumur 20 tahunan
  • Wakaotoko: kepala boneka laki-laki remaja untuk kisah cinta
  • Kōmei: kepala boneka untuk samurai berusia empat puluhan hingga lima puluhan, secara jelas terlihat berkepribadian halus dan bijaksana
  • Kintoki: kepala boneka untuk samurai yang kuat dan berperasaan dalam cerita jidaimono.
Kepala boneka perempuan
  • Musume: kepala boneka perempuan belum kawin berusia 14 atau 15 tahun dengan ekspresi murni tanpa dosa
  • Fukeoyama: kepala boneka yang digunakan untuk berbagai peran wanita berusia dua puluh tahunan hingga empat puluh tahunan.
  • Keisei: kepala boneka paling cantik untuk peran wanita penghibur kelas tinggi yang sensual
  • Ofuku: kepala boneka untuk peran wanita berwajah lucu atau komikal.

Mekanisme penggerak

Bahan untuk kepala boneka adalah kayu dari sejenis pohon Hinoki (Chamaecyparis obtusa). Kepala boneka berongga di bagian dalam yang merupakan hasil penggabungan bagian muka dan bagian belakang kepala. Kepala boneka dibuat dengan cara membelah kepala boneka menjadi dua bagian dan mengerok sisa kayu yang terdapat di bagian dalam.

Pada bagian wajah boneka, terdapat mekanisme untuk menggerakan alis, bulu mata, dan bibir ke atas dan ke bawah. Sedangkan di bagian mata terdapat mekanisme untuk menggerakkan bola mata ke kiri dan ke kanan. Tali untuk menggerakan alis dan mata melewati rongga di kepala boneka. Mekanisme penggerak juga terdapat pada masing-masing kaki dan lengan.

Kostum

Boneka memakai kostum berupa kimono yang terdiri dari pakaian dalam (juban), mantel (haori), mantel manita (uchikake), kerah (eri), dan sabuk pinggang yang disebut obi. Pada bagian dalam kostum diberi lapisan kapas agar bagian tubuh boneka terlihat alami.

Kostum bisa dilepas dan disimpan terpisah dari kepala. Ningyō-koshiraeru adalah pekerjaan memasang baju untuk kepala boneka yang dilakukan dalang sebelum boneka bisa digunakan.

Sejarah

Kesenian ningyo johruri tercipta dari perpaduan sandiwara boneka dan musik shamisen di awal zaman Edo. Pertunjukan merupakan hasil kreasi tayū bernama Takemoto Gidayū dari kelompok boneka Takemoto-za, serta penulis naskah bernama Chikamatsu Monzaemon dan Ki no Kaion. Kepopuleran ningyo johruri bahkan sempat melampaui kepopuleran kabuki. Pementasan kabuki juga banyak yang memakai naskah ningyo johruri. Pementasan kabuki yang mengadaptasi naskah ningyo johruri tanpa diringkas atau diubah disebut maruhon mono (kisah yang diambil dari buku secara bulat-bulat).

Ningyo johruri di Edo tercipta berkat jasa Hiraga Gennai. Dari akhir abad ke-18 hingga permulaan abad ke-19, kepopuleran kabuki berbalik melampaui kepopuleran ningyo johruri. Pemimpin kelompok ningyo johruri bernama Uemura Bunrakuken I yang melihat situasi tersebut berusaha menghidupkan kembali ningyo johruri dengan membangun gedung pertunjukan khusus untuk ningyo johruri di Kōzubashi (sekarang distrik Chuo-ku, Osaka). Pada tahun 1872, Uemura Bunrakuken III memindahkan gedung pertunjukan ke Matsushima (sekarang distrik Nishi-ku, Osaka), dan menamakan gedung tersebut sebagai Bunraku-za. Pada akhir zaman Meiji, Bunraku-za menjadi satu-satunya gedung teater ningyo johruri yang masih tersisa.

Pada tahun 1909, pengelolaan gedung Bunraku-za berada di bawah perusahaan hiburan Shōchiku. Setelah itu, gedung Bunraku-za sempat pindah berkali-kali di dalam kota Osaka. Lokasi pertama di dalam kuil Shinto Goryōjinja di distrik Chuo-ku. Setelah mengalami musibah kebakaran pada tahun 1929, gedung pindah ke Yotsubashi di distrik Nishi-ku. Sewaktu Perang Dunia II, gedung terbakar akibat serangan udara, tetapi dibangun kembali di lokasi yang sama pada tahun 1946. Pada tahun 1956, gedung pertunjukan pindah ke bekas situs teater Benten-za di Dotombori (distrik Chuo-ku).

Pada tahun 1948, perusahaan hiburan Shochiku bertikai dengan serikat pekerja bunraku. Dunia showbiz bunraku terbelah menjadi kelompok Bunraku-inkai di bawah lindungan Shochiku, dan kelompok Bunraku Sanwakai di bawah lindungan serikat pekerja. Akibatnya,popularitas kesenian bunraku mengalami kemunduran. Pada tahun 1963, Shochiku menarik diri dari dunia bunraku dan gedung pertunjukan Bunraku-za berganti nama menjadi Asahi-za. Organisasi nirlaba Bunraku Kyokai yang disponsori Prefektur Osaka, kota Osaka, Kementerian Pendidikan Jepang, dan NHK kemudian menggantikan posisi Shochiku sebagai pelindung kesenian bunraku.

Dunia showbiz bunraku pernah kekurangan sumber daya manusia akibat kurangnya minat generasi muda pada kesenian bunraku. Kekurangan tenaga dalam showbiz bunraku berhasil diatasi pada tahun 1973 dengan dibukanya program pelatihan untuk orang dari luar kalangan bunraku. Pada tahun 1984, Gedung Teater Nasional Bunraku selesai dibangun di Nipponbashi, Osaka, sedangkan gedung pertunjukan yang lama ditutup.

Cerita

Jidaimono adalah sebutan untuk kisah sejarah yang berlangsung sebelum zaman Edo. Di dalam golongan cerita Jidaimono, kisah yang mengambil latar belakang zaman Nara atau zaman Heian disebut Ōchōmono (kisah kekaisaran), termasuk di antaranya Taiheikimono yang merupakan sebutan untuk kisah Taiheiki. Peristiwa aktual pada zaman Edo yang melibatkan kalangan samurai mengandung risiko disensor Keshogunan Edo, sehingga sering disamarkan ke dalam kisah Taiheikimono.

Referensi

  1. ^ "What is Bunraku". An Introduction to Bunraku: A Guide to Watching Japan's Puppet Theater. Japan Arts Council. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-20. Diakses tanggal 2 Februari. 
  2. ^ a b "The Puppeteers". An Introduction to Bunraku: A Guide to Watching Japan's Puppet Theater. Japan Arts Council. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-01-26. Diakses tanggal 2 Februari. 

Daftar pustaka

  • Uchiyama Mikiko. Jussei toyotake wakadayu, bannen no sōen o megutte. 2002-nendo "Engeki kenkyū sentā kiyō" I, Waseda Daigaku. Engeki Hakubutsukan. Engeki kenkū sentā, 31 Maret 2003.
  • Mizuochi Kiyoshi. (1989). Bunraku - sono enchikuropedi. Shinyōsha. ISBN 4-7885-0328-X.

Pranala luar