Budaya literasi adalah suatu budaya di dalam masyarakat yang meliputi segala usaha manusia yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis.[1] Komponen utama dalam pembentukan budaya literasi adalah kegiatan membaca, menulis dan berpikir kritis.[2] Tujuan budaya literasi adalah menciptakan tradisi berpikir yang diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga dapat menciptakan karya tulis ilmiah yang berdaya guna.[3]
Agen pembentukan
Keluarga
Budaya literasi yang paling awal berkembang adalah pada anak secara individu yang dibentuk melalui tradisi membaca dan menulis yang diberikan oleh keluarga. Dalam pengembangan budaya literasi di dalam masyarakat, keluarga menjadi unit terkecil yang membekali anak dengan kemampuan literasi di dalam rumah. Budaya literasi oleh keluarga dibentuk pada anak secara menyenangkan. Minat anak terhadap kegiatan membaca dan menulis dilakukan dengan kegiatan literasi di dalam rumah oleh seluruh anggota keluarga. Hasil dari budaya literasi anak meliputi kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi serta munculnya daya cipta dan kolaborasi dalam memecahkan masalah. Selain itu, budaya literasi juga dapat menghasilkan karakter individu dan timbulnya empati pada diri anak.[4]
Pengembangan budaya literasi di dalam rumah dapat dilakukan dengan meletakkan berbagai macam bacaan di tempat khusus yang mudah ditemukan dan dijangkau oleh anak. Bahan bacaan dapat diberikan dalam bentuk buku, majalah, atau koran. Sedangkan kegiatan menulis didukung dengan penyediaan alat tulis di dalam rumah. Bahan bacaan dapat disimpan di dalam lemari, laci atau rak buku. Sebuah rumah yang luas juga dapat dibuatkan sudut baca atau perpustakaan keluarga sebagai tempat kegiatan pengembangan budaya literasi.[5]
Keluarga dan sekolah
Keluarga dan sekolah dapat bekerja sama dalam membangun budaya literasi pada anak. Dalam kerja sama ini, orang tua menjadi mitra bagi sekolah dan berperan sebagai sukarelawan. Peran aktif orang tua dapat berupa penyediaan buku-buku atau dukungan pengembangan pojok baca di sekolah. Orang tua juga dapat hadir di sekolah untuk memberikan pengetahuan mengenai pengalaman, hobi dan keahliannya yang dapat menjadi inspirasi bagi para peserta didik di sekolah.[6]
Referensi
Catatan kaki
^Syukur, Yanuardi (2017). Menulis di Jalan Tuhan. Sleman: Deepublish. hlm. 49. ISBN978-602-401-711-8.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)