Brexit berdampak terhadap perbatasan Irlandia karena jika Britania Raya keluar dari Uni Eropa, perbatasan Britania Raya-Irlandia akan menjadi perbatasan luar Uni Eropa. Hal ini akan sangat berdampak terhadap ekonomi pulau tersebut dan juga kehidupan warganya, karena pemeriksaan imigrasi atau kepabeanan perlu dilakukan di perbatasan ini. Sebelumnya, sebagian besar pemilih Britania Raya memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa berdasarkan hasil referendum tanggal 23 Juni 2016. Setelah itu, pemerintah Britania dan Uni Eropa sama-sama mengatakan bahwa mereka tidak ingin ada infrastruktur perbatasan di Irlandia, karena perbatasan ini sangat sensitif dan bisa membuat orang-orang teringat dengan The Troubles yang pernah melanda Irlandia Utara. Maka dari itu, isu ini menjadi salah satu dari tiga permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh Uni Eropa dan Britania Raya agar Britania dapat keluar dengan sebuah perjanjian.
Perjanjian Jumat Agung
Semenjak tahun 2005, perbatasan antara Irlandia dengan Irlandia Utara dianggap tidak terlihat, dan hampir tidak ada infrastruktur perbatasan sama sekali. Hal ini dimungkinkan oleh Perjanjian Jumat Agung (atau Perjanjian Belfast) yang ditandatangani pada tahun 1998.[1] Perjanjian perdamaian ini mengakhiri konflik di Irlandia Utara.
Senator Amerika Serikat George Mitchell (yang mengepalai proses perundingan perjanjian ini) berkomentar bahwa pendirian kembali sistem pengendalian perbatasan antara Republik Irlandia dan Irlandia Utara akan membahayakan perjanjian ini.[2] Hasil penelitian yang diterbitkan pada tanggal 18 Februari 2019 oleh Senator Irlandia Mark Daly dan dua pejabat UNESCO menunjukkan bahwa pendirian infrastruktur perbatasan dapat mengakibatkan kemunculan kembali tindak kekerasan.[3][4][5][6]
Usulan backstop
Agar perbatasan antara Republik Irlandia dan Irlandia Utara tidak terhalang, Uni Eropa mengusulkan backstop di dalam perjanjian penarikan Britania Raya dari Uni Eropa dengan nama Protokol Irlandia Utara. Protokol ini akan berlaku jika tidak ada solusi lain yang dapat diterapkan, sehingga Irlandia Utara akan tetap menjalankan beberapa peraturan Pasar Tunggal Uni Eropa dan tetap tergabung dalam Serikat Pabean Uni Eropa agar tidak perlu ada pemeriksaan perbatasan.[7] Meskipun pada Desember 2017 pemerintah Britania sepakat bahwa backstop itu diperlukan,[8] mereka menolak naskah perjanjian yang dirumuskan oleh Michel Barnier karena akan mendirikan "perbatasan' antara Britania Raya dengan Irlandia Utara.[8] Britania Raya bersikeras bahwa Irlandia Utara tidak dapat diperlakukan berbeda dari wilayah Britania lainnya.[9][10]
Dalam rancangan Perjanjian Penarikan Britania Raya dari Uni Eropa yang dirilis pada UK 14 November 2018, diusulkan bahwa (dari akhir fase transisi pada 31 Desember 2020) wilayah pabean Britania Raya dan Uni Eropa akan tetap dianggap satu sampai ada solusi yang bisa menyelesaikan masalah perbatasan ini. Selain itu, Irlandia Utara akan tetap menyesuaikan regulasinya dengan pasar tunggal Uni Eropa sampai solusi lain bisa diwujudkan.[11][12]
Pada 15 Januari 2019, parlemen Britania Raya menolak rancangan perjanjian ini. Para pendukung Brexit merasa bahwa perjanjian ini membuat Britania Raya tetap terikat kepada Uni Eropa tanpa ada batas waktu sama sekali.[13]