Badai Tropis Khanun (sebutan internasional: 1207, penamaan JTWC: 08W, penamaan PAGASA: Enteng) adalah siklon tropis pertama yang berdampak langsung di Korea pada Musim topan Pasifik 2012, sejak musim topan Pasifik 2010. Badai ini adalah badai bernama ke-8, badai tropis gawat yang ke-3, dan secara keseluruhan, siklon tropis ke-13 yang dimonitor oleh Badan Meteorologi Jepang (JMA) sepanjang tahun 2012. Khanun juga merupakan badai tropis pertama yang memasuki daratan Korea pada tahun 2012. Khanun berarti "Nangka" di Thailand.[1]
Sejarah Meteorologi
Akhir tanggal 12 Juli, sekelompok besar badai dikaitkan dengan inti dingin depresi membentuk daerah tekanan rendah lemah di barat laut Guam. Pada tanggal 13 Juli inti dingin depresi terpisah dengan inti hangat depresi, dan konveksi inti hangat depresi mulai terorganisasi, mendorong JMA untuk meningkatkan kategori badai menjadi depresi tropis akhir 14 Juli. Awal tanggal 15 Juli, JTWC mengeluarkan TCFA pada badai, dan meningkatkan kategori badai menjadi depresi tropis hari itu. Pada tanggal 16 Juli JMA meningkatkan kategori badai menjadi badai tropis dan menamakannya Khanun. Kemudian pada hari yang sama, JTWC meningkatkan kategori Khanun menjadi badai tropis; juga, PAGASA menamakannya Enteng karena badai secara singkat melewati sudut wilayah Filipina. Akhir 17 Juli, kategoti badai Khanun ditingkatkan JMA menjadi badai tropis gawat, ketika inti Khanun melewati Okinoerabujima. Pada tanggal 18 Juli JMA menurunkan kategori Khanun menjadi badai tropis pada selatan-barat daya Jeju. Pada tanggal 18 Juli 17:00 (UTC), Khanun membuat pendaratan di Kota MokpoKorea Selatan sebagai badai tropis, dan segera membuat transisi menjadi luar tropis yang berada di atas Korea, karena melemah menjadi depresi tropis. Pada tanggal 22 Juli badai hilang sepenuhnya.
Persiapan dan dampak
Sebelum Badai Tropis Khanun memasuki daratan Korea, dua penerbangan internasional yang menghubungkan Incheon ke Manila dibatalkan pada tanggal 18 Juli menurut Bandar Udara Internasional Incheon. Sejak hari Rabu, sekitar 90 penerbangan yang dijadwalkan menuju Jeju dan selatan kota Pohang, serta 115 perjalanan feri menuju pulau-pulau selatan dibatalkan, menurut pegawai transportasi.[2][3][4]
Saat Khanun membuat lintasan ke wilayah pusat di sepanjang pantai barat dari resor selatan pulau Jeju, hujan deras dan angin kencang menyebabkan bagian rumah runtuh di Provinsi Gyeongsang Utara, menewaskan seorang wanita tua berumur 83 tahun.[2][3]
Kemacetan lalu lintas yang menyebabkan ketidaknyamanan penumpang di Seoul dan sekitarnya, seperti hujan dan banjir di jalan-jalan kemudian terpaksa untuk ditutup. Hantaman bagian selatan Korea Selatan semalam dari akhir 18 Juli sementara meninggalkan 26.000 rumah tanpa listrik dan menyebabkan kerugian ₩13.000.000 ($11.420), menurut Korea Electric Power Corp.
Badai sudah mengeluarkan hujan 97,5 milimeter di Suncheon, Provinsi Jeolla Selatan, 53,4 milimeter di Jeju, dan 37,5 milimeter di Seoul pada pukul 6 pagi. Kantor cuaca mengatakan, untuk mengontrol tingkat air, Korea Utara telah mengeluarkan air dari Dam Hwangang, terletak dekat perbatasan dengan Korea Selatan, sejak Rabu siang, mendorong warga Korea Selatan berkemah untuk mengungsi. Tidak ada kerusakan dari pelepasan air telah dilaporkan sejauh ini.[3]
Di Korea Utara, media pemerintah melaporkan bahwa sedikitnya tujuh orang tewas pada Provinsi Kangwon, dengan kematian kedelapan dilaporkan di tempat lain. Dikatakan badai menyebabkan kerusakan yang signifikan, menghancurkan 650 rumah tinggal, 30 bangunan umum, kereta api, jalan, jembatan, dan berbagai sistem. Banjir juga menggenangi hampir 3.870 rumah, meninggalkan lebih dari 16.250 orang kehilangan tempat tinggal.[5]
Pada tanggal 29 Juli pemerintah Korea Utara secara dramatis menambah korban tewas di negara itu menjadi 88 orang, dengan tambahan 134 terluka. Korban terbanyak berada di dua daerah di Provinsi Pyongan Selatan. Sedikitnya 63.000 orang kehilangan tempat tinggal akibat banjir, sementara lebih dari 30.000 hektare lahan untuk tanaman tumbuh terendam air dan akan menambah kekhawatiran kelaparan parah di negara ini. Tiga ratus bangunan umum dan 60 pabrik rusak selama badai.[6]
Pada tanggal 31 Juli staf PBB mengunjungi tempat yang dilanda banjir di daerah Selatan Pyongan dan propinsi Kangwon. Hujan deras terus berlanjut sepanjang tepi barat negara itu, termasuk ibu kota Pyongyang. Media resmi Korea Utara melaporkan bahwa Perdana Menteri Choe Yong Rim mengunjungi kota-kota tergenang air dan membahas cara-cara untuk membantu upaya pemulihan.[7]