Börönadu

Börönadu sebagai ritual merupakan upacara yang diselenggarakan dalam jangka waktu tujuh, 10 dan 14 tahun. Börönadu juga adalah nama sebuah desa di Gomo, Nias Selatan. Berasal dari kata börö yang berarti awal dan adu yang berarti patung, Börönadu diyakini sebagai tempat manusia Nias pertama diturunkan dari langit. Perayaan ini pertama kali dicatat oleh kontrolir Nias tahun 1914 di Onohondrö. Waktu itu, disebutkan ada lima kelompok mado Hia dari Salawa Mölö berhasil dikumpulkan lalu secara bersama melakukan ritual Börönadu yang merefleksikan kisah pembentukan dunia dan Ono Niha. Perayaan ini juga bertujuan memperkuat ikatan-ikatan kekerabatan dan menyelesaikan sejumlah permasalahan antar-kampung yang di masa lalu sering berperang.

Di masa kini, Börönadu menjadi media untuk menyelesaikan konflik dan mendamaikan kelompok yang saling bermusuhan. Dalam ritual Börönadu sejumlah patung disiapkan antara lain dua pahatan kayu yang dibentuk seperti stupa, satu patung harimau seperti yang digunakan dalam famatö harimao dan patung perempuan yang dinamai Saembu. Seorang ere dari Börönadu kemudian memohon agar segala permasalahan yang mendera kelompok marga dari leluhur yang sama selesai. Permasalahan itu secara simbolik dialihkan ke seluruh patung yang ada. Patung-patung yang jadi media upacara Börönadu itu kemudian dipatahkan lalu dilemparkan ke sungai. Pengalihan semua masalah ke patung-patung di atas berarti segala permasalahan telah diselesaikan sekaligus menguatkan kembali ikatan-ikatan kultural kelompok-kelompok yang berasal dari leluhur yang sama. Börönadu juga berfungsi mendamaikan pertentangan antar-kampung sekaligus menyelesaikan masalah-masalah pengambilalihan wilayah. Upacara Börönadu diakhiri dengan penanaman pohon fösi yang keramat sebagai katalis konflik/pertentangan antar-kampung. Kini, upacara Börönadu hampir tidak dilaksanakan lagi terkait dengan masuknya ajaran Kristen dan Islam ke Nias.[1][2][3]

Referensi