Artileri nuklir adalah bagian dari senjata nuklir taktis dengan hasil terbatas, khususnya senjata yang diluncurkan dari darat pada sasaran di medan perang. Artileri nuklir umumnya diasosiasikan dengan peluru yang dikirimkan dengan meriam, namun dalam pengertian teknis, roket artileri jarak pendek, artileri laut atau rudal balistik taktis juga disertakan.
Pengembangan artileri nuklir adalah bagian dari dorongan luas negara-negara pemilik senjata nuklir untuk mengembangkan senjata nuklir yang dapat digunakan secara taktis melawan tentara musuh di lapangan (sebagai lawan dari penggunaan strategis terhadap kota, pangkalan militer, dan industri berat). Artileri nuklir dikembangkan dan dikerahkan oleh sekelompok kecil negara, termasuk Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Prancis. Britania Raya merencanakan dan mengembangkan sebagian sistem senjata tersebut (rudal Blue Water dan peluru artileri Yellow Anvil) tetapi tidak memproduksinya.[1][2]
Kelompok negara kedua memiliki hubungan turunan dengan artileri nuklir. Negara-negara ini menerjunkan unit artileri yang dilatih dan diperlengkapi untuk menggunakan senjata nuklir, namun tidak mengendalikan perangkat tersebut sendiri. Sebaliknya, perangkat tersebut dipegang oleh unit kustodian di negara-negara berkembang. Unit-unit kustodian ini tetap memegang kendali atas senjata nuklir sampai senjata tersebut dilepaskan untuk digunakan dalam krisis. Kelompok kedua ini mencakup negara-negara Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO) seperti Belgia, Kanada, Jerman Barat, Yunani, Italia, Belanda, Turki, dan Inggris.
Saat ini, artileri nuklir hampir seluruhnya digantikan dengan peluncur rudal balistik taktis bergerak yang membawa rudal dengan hulu ledak nuklir.