Pada bulan Januari 2017, Hidayat memimpin investigasi terhadap rekan-rekannya yang berkaitan dengan skandal korupsi di MK. Hidayat membersihkan nama dua rekannya sesama hakim, I Dewa Gede Palguna dan Manahan Sitompul, namun menemukan bukti yang berujung pada pemecatan (mantan) rekannya, Patrialis Akbar.[6]
Pada bulan Desember 2017, ia membantah melakukan pelanggaran etika dengan melobi Dewan Perwakilan Rakyat untuk perpanjangan masa jabatannya. Ia mengakui bertemu dengan para anggota DPR di sebuah hotel di Jakarta, namun ia membantah telah melakukan lobi. Ia mendapat kritik atas dugaan kesepakatan di belakang layar terkait penyelidikan DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah Undang-Undang Lembaga Legislatif (MD3) tahun 2014, yang sedang ditinjau oleh Mahkamah Konstitusi.[7] Para akademisi pada bulan Februari 2018 menuntutnya untuk mundur atas dugaan pelanggaran etika. Beliau terpilih kembali untuk masa jabatan kedua dan terakhir hingga tahun 2023, namun beliau digantikan oleh Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pada bulan April 2018.[8]
Arief Hidayat merupakan profesor Fakultas Hukum Undip. Bidang keahlian Arief meliputi hukum tata negara, hukum dan politik, hukum dan perundang-undangan, hukum lingkungan dan hukum perikanan.
Arief Hidayat resmi menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sejak tanggal 14 Januari 2015, setelah diambil sumpahnya pada pelantikan yang dilakukan di ruang sidang lantai 2, Gedung Mahkamah Konstitusi RI.[1]
Arief Hidayat adalah salah satu dari minoritas hakim konstitusi yang berpendapat bahwa seks pranikah dan hubungan seks sesama jenis atas dasar suka sama suka di Indonesia harus dilarang pada tahun 2017.[11]
Selama menjabat Ketua MK, Arief terpilih menjadi Presiden AACC (Asosiasi MK Se-Asia) selama dua periode. Dalam catatan karier Arief Hidayat di MK, ia merupakan salah satu hakim dengan pengalaman yang lengkap karena pernah duduk baik dalam jabatan sebagai Hakim MK, Wakil Ketua MK, hingga menjadi ketua MK. Arief Hidayat tercatat pula sebagai satu-satunya Ketua MK yang dipilih secara aklamasi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim Pemilihan Ketua MK (baik dalam periode pertama maupun kedua).