Alicia Garza
Alicia Garza (lahir 4 Januari 1981) adalah salah seorang pendiri gerakan Black Lives Matter internasional selain itu juga merupakan aktivis dan penulis hak-hak sipil Amerika. Dia turut memperjuangkan isu-isu kesehatan, layanan dan hak-hak siswa, hak-hak untuk pekerja rumah tangga, gerakan untuk mengakhiri kekerasan aparat, anti-rasisme, dan kekerasan terhadap transgender dan kekerasan terhadap orang dengan kulit tertentu. Tulisan dan opininya terbit di The Guardian, The Nation, Rolling Stone, dan Truthout. Saat ini ia sebagai pengarah Proyek Khusus di Aliansi Pekerja Rumah Tangga Nasional dan merupakan Kepala Sekolah di Black Futures Lab.[1] Kehidupan pribadiGarza lahir di Oakland, California, pada tanggal 4 Januari 1981. Ia tumbuh dalam keluarga berdarah campuran dan agama yang berbeda, ayah tirinya seorang Yahudi dan Ibunya campuran Afrika-Amerika. Ia tumbuh besar di Mourin City sebagai orang Yahudi. Alicia telah melibatkan diri dalam dunia aktivisme sejak remaja, ia mempromosikan pendidikan seks di sekolah serta tentang pengendalian angka kelahiran. Saat kuliah di University of California, San Diego (UCSD), ia tergabung dalam asosiasi mahasiswa yang mengadvokasi para petugas kebersihan untuk mendapatkan upah yang layak dari kampus. Pada tahun terakhirnya di perguruan tinggi, ia menginiasis penyelenggaraan Women of Color Conference yang pertama, merupakan sebuah pertemuan universitas di UCSD pada tahun 2002. Ia lulus pada tahun 2002 dengan gelar sarjana antropologi dan sosiologi.[2] Pada tahun 2003 ia bertemu Malachi Garza, 24, seorang pria transgender dan juga seorang aktivis komunitas. Pada tahun 2004, Alicia menyatakan jika ia seorang queer pada keluarganya. Pada 2008, ia menikah dengan Maleakhi dan mengambil nama Garza, menetap di Oakland.[3] Mendirikan Black Lives MatterHal yang menjadi latar belakang terciptanya tagar tersebut adalah bebasnya George Zimmerman pada Juli 2013 yang merupakan pelaku pembunuhan dan penyebab meninggalnya Trayvon Martin. George sendiri bukanlah merupakan seorang polisi, tapi kala itu bertugas sebagai seorang relawan untuk skema pengawasan lingkungan penduduk setempat.[4] Alicia Garza mem-posting sebuah kalimat di Facebook. "Orang-orang kulit hitam. Aku mencintaimu. Aku mencintai kita," tulisnya. "Nyawa kita berarti." Tulisan Garza diunggah ulang oleh Patrisse Cullors. Nama terakhir mengakhiri unggahan itu dengan tagar #BlackLivesMatter. Menyebar, unggahan Garza dan Patrisse diikuti dengan banyak pengguna media sosial lainnya disertai oleh tagar #BlackLivesMatter.[4] Tagar itu lalu selalu digunakan ketika ada kasus rasisme atau ketidakadilan terhadap warga kulit hitam. Setelah itu, Garza, Patrisse dan seorang wanita kulit hitam lainnya, Opal Tometi, kemudian memprakarsai pembentukan Black Lives Matter (BLM), sebuah pergerakan yang fokus pada rasisme anti Afrika-Amerika di AS.[2] Garza, yang juga mengepalai organisasi politik dan kebijakan Black Futures Lab, baru-baru ini berbicara dengan National Geographic tentang momen bersejarah ini dan apa yang dia pikir akan terjadi selanjutnya.[5] PenghargaanGarza salah seorang yang termasuk dalam Root 100 list of African American Achievers atau 100 orang Amerika-Afrika yang Berusia antara 25 dan 45 tahun dan memiliki pengaruh. Dia juga diakui dalam panduan Politico50 2015 untuk orang penggerak, pelaku, dan pengubah bersama Cullors dan Tometi.[6] Garza juga menerima penghargaan untuk kategori Pahlawan Lokal dari San Francisco Bay Guardian . Dia telah dua kali dianugerahi penghargaan oleh Harvey Milk Democratic Club, Bayard Rustin Community Activist Award atas usahanya untuk memerangi rasisme dan gentrifikasi di San Francisco. Dia juga dianugerahi Penghargaan Keadilan Berkomunikasi Jeanne Gauna dari Center for Media Justice.[7] Pada 2015, Garza, Cullors, dan Tometi (sebagai "The Women of #BlackLivesMatter") berada di antara sembilan finalis untuk The Advocate' s Person of the Year.[8] Serta ketiganya dianugerahi Penghargaan Perdamaian Sydney pada tahun 2017.[9] Pada 2018 Garza disebut sebagai kohort perdana Atlantic Fellows for Racial Equity (AFRE). Kelompok pertama dari 29 Fellows Atlantik ini berfokus pada isu rasismedi AS dan Afrika Selatan dan mengganggu bangkitnya nasionalisme dan supremasi kulit putih.[10] Referensi
|