Alat tenun bukan mesin (ATBM) merupakan alat untuk melakukan penenunan yang digerakkan oleh manusia. ATBM dapat dipergunakan sambil duduk (biasa pada industri tekstil kecil dan tradisional) maupun berdiri. Dalam industri tekstil besar, ATBM tidak mungkin digunakan. ATBM dapat mempercepat dan mempermudah pembuatan kain tenun yang sebelumnya hanya menggunakan alat tenun tradisional atau alat tenun gedokan.[1]
Sejarah
ATBM pada mulanya diciptakan oleh insinyur di Textiel Inrichting Bandoeng (TIB) pada tahun 1912, sehingga alat ini juga dikenal sebagai alat tenun model TIB. Alat ini pertama kali digunakan di Kabupaten Wajo pada tahun 1950-an untuk memproduksi kain sarung Samarinda.[2]
Sejarah tenun ikat di Indonesia dimulai saat Indonesia berada di bawah pengaruh budaya asing yang berasal dari daratan tenggara asia dan bahkan lebih jauh lagi. Hal tersebut dikarenakan letak Indonesia yang berada di persimpangan jalur migrasi kuno sehingga menjadi rute perdagangan melalui Asia dan Pasifik. Negara-negara lain yang singgah di Indonesia seperti Cina, India, Persia, Mesir, dan Eropa membawa budaya mereka dan pada akhirnya memberikan pengaruh bagi budaya Indonesia.[3]
Bagian-bagian
ATBM merupakan kesatuan dari beberapa alat yang memiliki tugas yang berbeda-beda, antara lain:[1][4]
Boom lungsi yang digunakan untuk menggulung benang lungsi;
Boom kain digunakan untuk menggulung kain yang sudah ditenun;
Guun digunakan untuk mengendalikan dan menggerakkan benang lungsi agar sekoci dapat masuk di sela-sela benang lungsi;
Injakan guun digunakan untuk mengatur guun;
Sisir digunakan untuk mengatur kerapatan benang lungsi;
Pemberat gulungan benang lungsi digunakan untuk menjaga kekencangan benang agar tetap stabil.