Akrilamida

Akrilamida
Nama
Nama IUPAC
prop-2-enamide
Penanda
Model 3D (JSmol)
3DMet {{{3DMet}}}
ChemSpider
Nomor EC
Nomor RTECS {{{value}}}
  • InChI=1/C3H5NO/c1-2-3(4)5/h2H,1H2,(H2,4,5)
    Key: HRPVXLWXLXDGHG-UHFFFAOYAS
  • O=C(\C=C)N
Sifat
C3H5NO
Massa molar 71,08 g·mol−1
Densitas 1.13 g/cm³
Titik lebur 84.5 °C
Titik didih -
204 g/100 ml (25 °C)
Bahaya
Toxic (T)
Templat:Carc2
Templat:Muta2
Templat:Repr3
Frasa-R R45, R46, R20/21,
R25, R36/38, R43,
R48/23/24/25, R62
Frasa-S S53, S45
Titik nyala 138 °C
Kecuali dinyatakan lain, data di atas berlaku pada suhu dan tekanan standar (25 °C [77 °F], 100 kPa).
YaY verifikasi (apa ini YaYN ?)
Referensi

Akrilamida (atau amida akrilat) adalah senyawa organik sederhana dengan rumus kimia C3H5NO dan berpotensi berbahaya bagi kesehatan (menyebabkan kanker atau karsinogenik). Nama IUPAC-nya adalah 2-propenamida. Dalam bentuk murni, akrilamida berwujud padatan kristal putih dan tidak berbau. Pada suhu ruang, akrilamida larut dalam air, etanol, eter, dan kloroform. Akrilamida tidak kompatibel dengan asam, basa, agen pengoksidasi, dan besi (dan garamnya). Dalam keadaan normal, akrilamida akan terdekomposisi menjadi amonia tanpa pemanasan, atau menjadi karbon dioksida, karbon monoksida, dan oksida nitrogen dengan pemanasan.

Dalam skala industri, akrilamida dibuat dari hidrolisis akrilonitril oleh nitril hidratase.

Akrilamida dapat membentuk rantai polimer panjang yang dikenal sebagai poliakrilamida. Polimer ini dipakai dalam pengental karena akan membentuk gel bila tercampur air. Dalam laboratorium biokimia, poliakrilamida dipakai sebagai fase diam dalam elektroforesis gel (PAGE atau SDS-PAGE). Akrilamid dipakai pula dalam penanganan limbah cair, pembuatan kertas, pengolahan bijih besi, dan dalam pembuatan bahan pengepres. Beberapa akrilamida dipakai dalam pembuatan zat pewarna, atau untuk membentuk monomer lain.

Akrilamida dapat terbentuk pada bahan makanan gorengan yang mengandung pati, seperti kentang goreng, atau roti yang dipanggang.[1] Pembentukan terjadi pada pengolahan dengan suhu mulai 120 °C dan dengan kadar 30 hingga 2300 mikromolal per kg. Walaupun proses sepenuhnya tidak diketahui, pembentukan ini diduga kuat terkait dengan fenomenon reaksi pencoklatan non-enzimatik yang dikenal sebagai reaksi Maillard. Perlakuan perendaman potongan kentang sebelum digoreng dalam air atau larutan asam sitrat dapat menurunkan kadar akrilamida sedangkan kepekatan warna coklat berkait erat dengan kadar akrilamida yang terbentuk.[2]

Akrilamida ditemukan pada beberapa makanan tertentu yang dalam proses dan pembuatannya menggunakan suhu tinggi, dengan meningkatnya pemanasan dan bertambahnya waktu, dapat meningkatkan kadar akrilamida. Akrilamida tidak terbentuk pada suhu di bawah 120oC. Mekanisme terbentuknya belum dapat diketahui dengan pasti, diperkirakan meliputi reaksi dari berbagai macam kandungan dalam makanan, seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam amino, serta berbagai macam komponen lainnya dalam jumlah yang kecil.

1.Akrilamida Pada Gorengan

Gorengan dihasilkan dari teknik pemanasan suhu tinggi pada medium minyak (168-196 C), tujuannya adalah untuk memasak makanan dengan cara mengeluarkan air dalam bahan makanan sehingga diperoleh tekstur produk yang kering. Ada 2 teknik penggorengan yaitu deep-fat frying dan shallow frying, kedua teknik ini menghasilkan tekstur yang berbeda pada bahan yang digoreng namun tetap memberikan cita rasa yang lezat.

Dalam proses penggorengan, minyak nabati (minyak goreng) adalah media yang baik untuk menghantarkan panas. Namun, pemakaian berulang pada proses penggorengan mengakibatkan komponen-komponen yang terdapat dalam minyak nabati mengalami perubahan selama proses penggorengan yang dapat berisiko membentuk senyawa radikal.

2.Akrilamida Pada Air Fryer

Alat ini mengedarkan udara panas di sekitar makanan. Udara panas yang ada melahirkan efek Maillard. Efek Maillard yaitu efek kimia yang mengubah warna dan rasa makanan menggunakan asam amino dan gula. Meski demikian, ada pula yang menyebut bahwa lamanya pemasakan dalam suhu tinggi menggunakan air fryer justru memicu munculnya akrilamida. Selain akrilamida ada pula berbagai senyawa berbahaya lain yang terbentuk dari proses pematangan makanan dengan suhu tinggi, termasuk menggunakan air fryer. Senyawa itu di antaranya adalah aldehida, amina heterosiklik dan hidrokarbon aromatik polisiklik. Ketiga senyawa ini bersifat karsinogen, memicu kanker. Air fryer aman digunakan asal material plastik yang digunakan bebas BPA atau bisphenol A. Gunakan pula minyak yang dapat menahan suhu tinggi seperti minyak zaitun dan canola. Makanan harus matang merata dalam waktu yang tak terlalu lama, sebaiknya tidak menumpuk makanan terlalu padat di dalam tabung air fryer. Dengan begitu, makanan tak akan terpapar suhu tinggi dalam waktu yang terlalu lama.

3.Akrilamida Pada Kopi

Saat biji kopi dipanggang akrilamida terbentuk. Tidak ada cara untuk menghilangkannya, sehingga saat kita meminumnya, kita terpapar zat kimia ini. Karbohidrat dan asam amino merupakan senyawa utama yang terkandung dalam biji kopi. Biji kopi merupakan salah satu produk pangan yang mengandung karbohidrat dan asam amino yang tinggi sebagai prekursor terbentuknya akrilamida. Pembuatan serbuk kopi dilakukan dengan proses roasting kemudian dibentuk bubuk dan apabila dilarutkan dalam air maka akan meninggalkan ampas.

4.Akrilamida Pada Kentang

Makanan yang banyak digemari serta berpotensi menghasilkan senyawa akrilamida salah satunya adalah kentang goreng. Kentang goreng adalah salah satu makanan olahan dari kentang yang banyak di minati semua kalangan terutama anak-anak dan remaja. Kentang termasuk makanan kaya karbohidrat. Namun, pangan kaya akan karbohidrat tersebut jika digoreng dengan suhu yang sangat tinggi ternyata akan menyebabkan pembentukan akrilamida.

Pembentukan akrilamid juga dinyatakan sebagai suatu fenomena permukaan. Hal ini ditunjukkan dengan pentingnya hubungan antara aktivitas air dan suhu pada saat proses penggorengan. Pembentukan akrilamid terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu merupakan hasil samping dari reaksi Maillard, maka semakin banyak gula pereduksi dalam produk pangan tersebut, maka kandungan akrilamid yang terbentuk juga akan semakin banyak. Selain itu, pembentukan akrilamid melalui prekursor akrolein juga salah satu mekanisme yang mungkin terjadi, oleh karena itu, kandungan lipid dalam bahan pangan juga cukup mempengaruhi. Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan yang ada dalam bahan pangan sangat mempengaruhi seberapa banyak akrilamid yang terbentuk, selain juga dipengaruhi oleh suhu dan aktivitas air.

Namun demikian, belum ada fakta yang teruji untuk membuktikan bahwa akrilamida dalam makanan berpotensi menyebabkan kanker pada manusia, karena pemberian makanan yang mengandung akrilamida dengan dosis tinggi pada hewan coba tidak dapat diekstrapolasikan pada manusia secara langsung. Meskipun begitu, belum ada juga data-data yang secara pasti menunjukkan perbedaan di antara manusia dan hewan mamalia, oleh karena itu, hasil-hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai peringatan dini bagi bahaya akrilamid pada manusia. Berdasarkan data-data hasil percobaan mengenai bahaya akrilamid terhadap hewan uji, maka kita perlu mewaspadai mengenai keberadaan senyawa akrilamid ini dalam makanan.

Catatan kaki

Burutchu I, Serpil, S. dan Gulum, S. 2009. Acrylamide formation in different batter formulations during microwave frying. LWT – Food Science and Technology 42 (2009) 17–22

  1. ^ Tareke E, Rydberg P.; et al. (2002). "Analysis of acrylamide, a carcinogen formed in heated foodstuffs". J. Agric. Food. Chem. 50 (17): 4998–5006. PMID 12166997. 
  2. ^ Pedreschi F, Kaack K, Granby K. (2006). "Acrylamide content and color development in fried potato strips". Food Res. Intern. 39: 40–46. doi:10.1016/j.foodres.200506.001.