Ahmad Amiruddin lahir di sebuah kampung bernama Gilereng, Kabupaten Wajo pada 25 Juli 1932. Amiruddin lahir dari pasangan Ahmad Pabittei dan Saodah, seorang pegawai pemerintah dan guru. Tamat SD dan SMA di Sengkang, orang tuanya mengirim Amiruddin melanjutkan SMA di Bandung tahun 1947. Tiga tahun kemudian setelah lulus SMA, ia melanjutkan studi di Institut Teknologi Bandung (ITB) sekitar tahun 1950. Karena prestasinya, Amiruddin berkesempatan menempuh pendidikan program magister dan doktoral di Universitas Kentucky, Lexington, Kentucky, Amerika Serikat.[1]
Karier
Setelah menyelesaikan studinya di Amerika Serikat ia diangkat menjadi dosen di ITB. Kemudian secara berturut-turut ia menjadi dekan dan kemudian diangkat menjadi guru besar pada Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan ITB. Amiruddin menerima gelar doktor honoris causa (HC) dari UKM.[1]
Rektor Universitas Hasanuddin
Amiruddin menjadi rektor Universitas Hasanuddin pada 1973. Saat jadi rektor, ia menjadi pelopor utama memindahkan kampus Universitas Hasanuddin Baraya Jalan Sunu ke Tamalanrea. Selain itu, Rumah Sakit Pendidikan Unhas yang dulunya di Rumah Sakit Jiwa Dadi juga ikut dipindahkan menjadi RS Dr. Wahidin, Tamalanrea.[1] Pada periode kedua, Amiruddin melakukan terobosan dengan mengirim 100 mahasiswa pascasarjana ke Jepang dan Eropa untuk program doktoral di bidang kedokteran. 10 tahun memimpin Unhas, Amiruddin akhirnya digantikan oleh Hasan Walinono.[1]
Gubernur Sulawesi Selatan
Jenderal M. Jusuf yang saat itu menjabat Menhankam/Pangab merekomendasikan Amiruddin untuk menjadi Gubernur Sulsel. Ia menghadap langsung pada Presiden Soeharto mengusulkan agar Amiruddin diberi kesempatan memimpin Sulsel.[1] Usulan itu diterima, penunjukan Amiruddin sebagai gubernur menuai pujian. Pasalnya, di rezim Orde Baru, sangat jarang jabatan kepala daerah bisa dijabat oleh orang sipil. Kekuasaan Orde Baru lekat dengan hegemonimiliter. Hampir semua kepala daerah saat itu dijabat oleh ABRI.[1]
Ia menjabat selama dua periode dari tahun 1983 hingga 1993, sebagai gubernur ia pertama kali yang mengenalkan Sulsel dengan konsep ekonomi kawasan. Program tri konsep wilayah komoditas, perubahan pola pikir, dan petik olah jual, dan menjadikan Sulsel sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan timur Indonesia. Serta menjadikan Sulsel sebagai lumbung pangan nasional.[3][4]
Pemindahan Kantor Gubernur Sulsel (kini Kantor Walikota Makassar) dari Jl. Jenderal Ahmad Yani dipindahkan ke Eks. Perkuburan Tionghoa Jl. Urip Sumoharjo serta restorasi Benteng Somba Opu juga dilaksanakan ketika masa pemerintahannya.[5]
Riwayat pendidikan
Sekolah Dasar (3 tahun), Doping, Wajo (1938–1941)
Sekolah Sambungan, Paria, Wajo (1941–1944)
Sekolah Menengah Umum, Makassar (1946–1950)
Sekolah Menengah Atas, Bandung (1950–1952)
Bagian Kimia, Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, Universitas Indonesia Bandung (1952-24/8/1958) (Drs)
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Kentucky, Lexington, Ky (1958-11/8/1961) (Ph.D.)