Adhyra Irianto

Adhyra Irianto
LahirAdhy Pratama Irianto
14 Juli 1988 (umur 36)
Curup, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Nama lainAdhyra Pratama
Pekerjaanseniman
pengarang
Sutradara teater
Tahun aktif2007-sekarang
PasanganDiah Irawati
AnakAirlangga Mahesvara Irianto
Orang tuaMey Irianto
Situs webhttps://www.teatersenyawa.org

Adhy Pratama Irianto, lebih sering menggunakan nama Adhyra Irianto (lahir 14 Juli 1988) adalah seorang penulis lakon dan sutradara teater asal Bengkulu. Sejak 2006 menulis naskah dan menggarap pertunjukan bergaya absurdisme.[1]

Aktivitas

__DTELLIPSISBUTTON__{"threadItem":{"headingLevel":2,"name":"h-","type":"heading","level":0,"id":"h-Aktivitas","replies":[]}}-->

Sebelum memutuskan untuk menjadi seniman teater, Adhyra bekerja sebagai jurnalis di Surat Kabar Umum Radar Pat Petulai (Jawa Post News Network) dan Media Online Kupas Bengkulu . Adhyra memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai jurnalis di tahun 2018 dan berkesenian secara total sejak saat itu.

Adhyra merupakan salah satu pendiri Sanggar Teater Senyawa di tahun 2012. Adhyra terlibat sebagai penulis naskah, sutradara, aktor, hingga produser di hampir seluruh pementasan Teater Senyawa.[2] Pada awal pendirian Teater Senyawa, Adhyra Irianto menceritakan lewat Pojok Seni, bahwa anggota awal selain sahabat-sahabatnya, juga anak-anak jalanan dan pengamen di sekitaran Rejang Lebong.[3]

Peraih hibah Magang Nusantara di bidang penulisan naskah dan penyutradaraan dari Yayasan Kelola di Teater Satu Lampung ini juga bekerja sebagai penulis dan editor di situs PojokSeni.com, dan menerbitkan beberapa buku. Salah satunya, buku naskah drama "Pelukis&Wanita" yang terbit tahun 2020. Beberapa naskah drama yang ditulis lainnya juga dipentaskan oleh Teater Senyawa, antara lain Biro Kesehatan, Meja Makan, Monolog Lagu Pak Tua, Sidang Jembatan, Ruang Tunggu dan Pertanyaan tentang Catatan Akhir dan beberapa naskah lainnya.

Adhyra juga menulis novel, dan cerita pendek. Di bawah tahun 2010, Adhyra menulis sejumlah puisi yang tersebar di sejumlah media massa dan antologi bersama.

Adhyra pada 25 Oktober 2018 mendapatkan penghargaan dari Dirjend PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemdikbud dalam acara apresiasi pendidikan keluarga 2018, untuk tulisannya terkait pengajaran orang tua untuk anak yang berbakat seni teater.[4]

Adhyra juga telah dianugrahi puluhan penghargaan baik tingkat Provinsi Bengkulu hingga nasional bidang penulisan Cerpen, puisi, penerbitan kumpulan Cerpen, penerbitan novel, penghargaan penulisan blog dan lainnya. Selain itu naskah dramanya "Pelukis & Wanita" dipentaskan di Hari Teater Sedunia di Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan beberapa tempat lain di Indonesia. Naskah monolog "Lagu Pak Tua" dijadikan naskah wajib Peksimida tahun 2015 di Universitas Airlangga.[4] Sementara itu, naskah monolog "Sidang Jembatan" dipentaskan di 10 pentas monolog karya sastrawan Indonesia di Unnes Semarang, 2016.[5][6]

Daftar Karya

__DTELLIPSISBUTTON__{"threadItem":{"headingLevel":2,"name":"h-","type":"heading","level":0,"id":"h-Daftar_Karya","replies":[]}}-->

Berikut adalah karya-karya Adhyra Irianto:

  • Lilin - Monolog (2007)
  • Sidang Jembatan - Monolog (2008)
  • Lagu Pak Tua - Monolog (2009) diterjemahkan ke bahasa Manado oleh Iverdixon Tinungki menjadi Pace Kremos.[7]
  • Perempuan dan Ilusinya - Drama (2010)
  • Rentenirphobia - Monolog (2011)
  • Makan Malam - Drama (2012)
  • Pencuri Hati - Novel (2014)
  • Pelukis & Wanita - Drama (2008 - 2018)[8]
  • Desing Peluru di Komplek Eks (2017)
  • Sepotong Monolog (adaptasi dari naskah Samuel Beckett, A Piece of Monologue, 2017)
  • Malapetaka (adaptasi dari naskah Samuel Beckett, Catasthrope, 2018)
  • Biro Kesehatan - Drama (2019)
  • Ruang Tunggu & Pertanyaan Catatan Akhir (2021)
  • Mengaku Godot (2022)

Tanggapan

__DTELLIPSISBUTTON__{"threadItem":{"headingLevel":2,"name":"h-","type":"heading","level":0,"id":"h-Tanggapan","replies":[]}}-->

Selain menulis dan menyutradarai, Adhyra juga tercatat menjadi aktor untuk pertunjukan Teater Senyawa. Muhammad Antoni dari Curupedia menuliskan "Semua penonton terdiam, kala musik dangdut mulai mengeras. Musik itu merupakan bagian dalam rencana pementasan. Diawali dengan pemeran Rahman, yang tengah bercermin sambil menyanyikan lagu dangdut. Dan di sudut lainnya pemeran Sarmin sedang asyik dengan buku yang dia baca. Kedua seniman itu (Adhyra dan Ikhsan Irianto), nampak lihai memainkan perannya masing-masing, penonton dibuat terkagum-kagum hingga pementasan usai," pada pertunjukan teater bertajuk Orang-orang Setia karya Iswadi Pratama.

Adhyra disebut menyadari gagasannya selaras dengan absurdisme yang dibawa oleh Beckett, setelah mengenali dan menyelami pemikiran Beckett lewat sejumlah naskah yang kemudian dipentaskannya (baik sebagai aktor, maupun sutradara) seperti Hari Bahagia, Sebuah Salah Paham, End Game, dan Rekaman Terakhir Krapp.[9]

Dalam naskah Pelukis & Wanita, Adhyra menawarkan gagasannya tentang manusia yang merupakan makhluk lemah, tidak bermakna, tidak mampu mengambil keputusan untuk diri sendiri. Hal itu yang membuat ketidak adilan selalu terjadi secara berulang, seperti labirin yang mengurung manusia dalam siklus yang statis. Tokoh wanita dalam drama tersebut tidak hanya kehilangan eksistensi, tapi juga kehilangan esensi dirinya.[1] Dalam naskah-naskahnya, Adhyra kerap menggambarkan adanya ketimpangan keseimbangan dari kedua kubu berbeda, karena keinginan salah satu kubu untuk mendominasi secara frontal kubu lainnya.[9]

Gapura News mengutip pandangan Adhyra tentang kehidupan lewat naskah Pelukis & Wanita, "Tidak ada tonggak sejarah, karena kemarin hanya waktu yang sudah (atau mungkin belum) kita kalahkan dan mendeformasi kita dari hari ke hari. Hari ini adalah waktu yang menjelma menjadi lawan berkelahi dan besok adalah calon lawan yang siap menantang kita berkelahi kembali. Tidak ada hari tanpa perkelahian melawan waktu, dan begitulah yang akan terus terjadi."[10]

Dr. Sumarto Pohan menulis di Rumah Produktif Indonesia, naskah Pelukis & Wanita yang ditulis Adhyra Irianto memberikannya banyak kesan. "Tidak sekedar menjadi pelukis dalam kehidupan yang harus berteman dengan hakikat dari seorang wanita yang tidak mampu mengambil keputusan hidup, menerima takdir diri, atau hidup yang terombang ambing karena arus kehidupan yang sebenarnya adalah penggambaran dari sisi manusia itu sendiri yang memang tidak bisa hidup tanpa peran besar dari keluarga, sahabat dan masyarakat, dimana manusia adalah insan beragama yang tidak terlepas dari ketidaksempurnaan, yang selalu menangis, dan berharap pertolongan dari Maha Pencipta Maha Kuasa."[11]

Iman Kurniawan dan Ami Alifia dalam Kopi Curup menyebut "Jika orang-orang yang putus asa menyaksikan pertunjukan ini, maka karya Adhyra Irianto dan Teater Senyawa ini benar-benar bisa menyelamatkan nyawa seseorang.Ruang Tunggu mengajarkan tentang bahwa kehidupan ini hanya menunda kekalahan, bahwa kita sebenarnya telah dihukum oleh ketidakpastian sejak kita lahir tidak semua pertanyaan memiliki jawaban, “yang entahlah biarlah selamanya menjadi entahlah” kemudian kebebasan itu tidak pernah benar-benar ada, di samping itu mengajarkan kita bagaimana menikmati hidup dan merasakan kebahagiaan." [12]

Sementara itu, budayawan dan seniman Provinsi Bengkulu, Emong Soewandi menyebut bahwa terkait dengan alur dan tempo pengisahan, gaya "nge-rap" selalu menjadi style bawah sadar Adhyra sebagai seorang sutradara. Sebagai seorang sutradara yang juga berlaku sebagai seorang aktor sentral, kecepatan dalam dialog tanpa jeda panjang, pergantian adegan dan pendakian klimaks serta keasyikan bermain, Adhy sepertinya tak memberikan celah bagi penonton untuk kotemplatif.[13]

Adhyra juga membebaskan penonton untuk menafsirkan karya-karyanya. Salah satunya naskah Biro Kesehatan yang dipentaskan di Festival Teater Sumatera 2022, ditafsirkan oleh Antara Palembang sebagai "kritik sosial tentang bagaimana sulit dan berbelitnya fasilitas kesehatan di Indonesia".[14]

Karya Adhyra bersama Teater Senyawa bertajuk "Meja Makan" disebut oleh Berita Musi sebagai upaya pengandaian metafisis atas fenomena Jalur Rempah, untuk membongkar nilai yang kontradiksi dan paradoks dari “mitos akulturasi”. “Meja Makan” menawarkan perspektif “hegemoni” dalam tafsir atas produk akulturasi.[15]

Mongabay mengutip pernyataan Adhyra terkait Jalur Rempah. “Rempah itu menarik mereka yang tamak. Rempah membuat para pendatang itu bukan hanya memonopoli, juga menghina masyarakat lokal. Bagi kami rempah itu terlihat sebagai sejarah penghinaan.”[16]

Jambi Daily mengutip pendapat Adhyra yang menyatakan bahwa kritik seni berdasar “rasa” adalah kritik tak bertanggung jawab. Adhyra tidak setuju dengan kritik seni yang berdasar pada "semilir perasaan", dengan kata lain menolak penilaian subjektif pada karya seni.[17] Hal tersebut bertolak belakang dengan pendapatnya tentang kehidupan yang harus dimaknai secara subjektif, namun untuk kritik seni mesti dinilai dan dikritisi secara objektif.

Studi

__DTELLIPSISBUTTON__{"threadItem":{"headingLevel":2,"name":"h-","type":"heading","level":0,"id":"h-Studi","replies":[]}}-->

Studi terhadap karya Adhyra Irianto dilakukan oleh:

  • Afriyendy Gusti, S.S., M.Hum dalam Topeng Imitasi Demokrasi Dalam Cawan Pak Tua[18]
  • Irwanto dalam Struktur Kepribadian Utama dalam teks Monolog Lagu Pak Tua karya Adhy Pratama Irianto[19]
  • Lusi Handayani, Saadudin, Tofan Gustyawan dalam Struktur Dramatik Plot Sirkular Pelukis Dan Wanita Karya Adhyra Irianto[9]
  • Lusi Handayani, Sahrul N, Roza Muliati dalam Absurdisme Pelukis Dan Wanita Karya Adhyra Irianto[1]
  • Nisrina Jehan Naura, Wika Soviana Devi dalam Unsur Psikologis Tokoh Aini dalam Naskah Drama Perempuan dan Ilusinya Karya Adhyra Pratama Irianto[20]
  • Azizah Fitriyani dalam Unsur Intrinsik dalam Naskah Drama Perempuan dan Ilusinya Karya Adhyra Pratama Irianto[21]
  • Ira Atikah Suci & Wika Soviana Devi dalam Representasi Feminisme Dalam Naskah Drama Pelukis & wanita Karya Adhyra Pratama Irianto Melalui Pendekatan Semiotik [22]

Referensi

  1. ^ a b c Handayani, Lusi; N, Sahrul; Muliati, Roza (2020-08-21). "ABSURDISME PELUKIS DAN WANITA KARYA ADHYRA IRIANTO". Grenek: Jurnal Seni Musik (dalam bahasa in). 9 (2): 29–42. doi:10.24114/grenek.v9i2.19585. ISSN 2579-8200. 
  2. ^ "Adhyra Irianto". Sanggar Teater Senyawa. Diakses tanggal 2023-01-05. 
  3. ^ "Profil Grup Seni: Kisah Jatuh Bangun Teater Senyawa Curup". Diakses tanggal 2023-01-08. 
  4. ^ a b Agency, ANTARA News. "Adhy Pratama Irianto seniman teater muda curup". ANTARA News Bengkulu. Diakses tanggal 2023-01-08. 
  5. ^ "Parade Monolog-Sastra Indonesia Unnes". inSastra.com. Diakses tanggal 2023-01-08. 
  6. ^ "Sastra Indonesia Unnes Gelar Parade Monolog Karya Sastrawan Besar, Catat Tanggalnya". Tribunjateng.com. Diakses tanggal 2023-01-22. 
  7. ^ "Monolog - naskah - MONOLOG PACE KREMOS (diterjemahkan dari monolog Lagu Pak Tua karya Adhy Pratama. - Studocu". Studocu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-05. 
  8. ^ "Buku Naskah Drama: Pelukis & Wanita karya Adhyra Pratama Irianto". Diakses tanggal 2023-01-05. 
  9. ^ a b c Handayani, Lusi; Saaduddin, Saaduddin; Tofan, Gustyawan (2022-11-29). "STRUKTUR DRAMATIK PLOT SIRKULAR PELUKIS DAN WANITA KARYA ADHYRA IRIANTO". Jurnal Cerano Seni | Pengkajian dan Penciptaan Seni Pertunjukan (dalam bahasa Inggris). 1 (02): 52–59. doi:10.22437/cs.v1i02.21887. ISSN 2962-5610. 
  10. ^ gapuranews (2019-09-12). "Teater Senyawa Kembali Pentakan 'Pelukis & Wanita'". Gapura News. Diakses tanggal 2023-01-08. 
  11. ^ "Apresiasi Literasi dari Rejang Lebong, Bengkulu". Rumah Produktif Indonesia (dalam bahasa Inggris). 2021-02-24. Diakses tanggal 2023-01-08. 
  12. ^ "Pementasan "Ruang Tunggu" oleh Teater Senyawa Curup: Siklus Circular di Ruang Sempit". KopiCurup.Id. Diakses tanggal 2023-01-08. 
  13. ^ "KETIKA MENUNGGU MENJADI SEBUAH HUKUMAN" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-08. 
  14. ^ "Kritik Sosial Lewat Teater". www.antarafoto.com. Diakses tanggal 2023-01-08. 
  15. ^ "Jalur Rempah di "Meja Makan" dari Curup Bengkulu". beritamusi.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-08. 
  16. ^ R, Rahmadi (2021-11-27). "Teater Sumatera: Jejak Rempah Itu Bukan Hanya Kejayaan". Mongabay.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-08. 
  17. ^ Noesae, Hendry (2022-04-14). "Adhyra Pratama Irianto: Kritik Seni Berdasar "Rasa" adalah Kritik Tak Bertanggung Jawab". Jambi Daily (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-08. 
  18. ^ Jambiupdate.co. "Topeng Imitasi Demokrasi Dalam Cawan Pak Tua". JAMBIUPDATE.CO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-05. 
  19. ^ Irwan, Irwanto. "Struktur Kepribadian Tokoh Utaman Dalam Teks Monolog " Lagu Pak Tua " karya Adhy Pratama Diajukan sebagai tugas individu mata kuliah Kajian Teks Drama pada semester V". 
  20. ^ Naura, Nisrina Jehan; Devi, Wika Soviana (2022-12-22). "UNSUR PSIKOLOGIS TOKOH AINI DALAM NASKAH DRAMA PEREMPUAN DAN ILUSINYA KARYA ADHYRA PRATAMA" (dalam bahasa Inggris). 3 (2): 1–9. doi:10.36269/jeil.v3i2.968. 
  21. ^ Kompasiana.com (2022-12-19). "Unsur Intrinsik dalam Naskah Drama Perempuan dan Ilusinya Karya Adhyra Pratama". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2023-01-18. 
  22. ^ Suci, Ira; Devi, Wika (2023). "REPRESENTASI FEMINISME DALAM NASKAH DRAMA PELUKIS & WANITA KARYA ADHYRA PRATAMA IRIANTO MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIK". JEIL | Journal Educational Of Indonesia Language. 4 (2): 36–50. doi:https://doi.org/ISSN : 2746-4083 Periksa nilai |doi= (bantuan). 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 5

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 70

 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined index: HTTP_REFERER

Filename: controllers/ensiklopedia.php

Line Number: 41