Abdul Rahman Ma'mun
Ir. Drs. Abdul Rahman Ma'mun, MIP atau biasa dipanggil Aman adalah seorang dosen,[1][2] akademisi,[3] penulis,[4] dan wartawan berkebangsaan Indonesia. Aman terpilih menjadi komisioner termuda dan menjadi Ketua Komisi Informasi Pusat untuk periode 2011-2013.[5] Bersama KIP, Aman aktif menerapkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). UU ini menjamin hak publik atas informasi, transparansi dan tata kelola pemerintahan yang baik.[6] Pada 2011 dan 2012, Aman menginisiasi monitoring dan evaluasi terhadap kementerian dan lembaga negara dalam implementasi keterbukaan informasi. Caranya dengan melakukan penilaian dan pemeringkatan badan publik terbaik dalam keterbukaan informasi publik.[7] Keterbukaan Informasi PublikGuna mendorong transparansi pemerintahan Aman[8] juga terlibat sebagai Tim Inti Open Government Indonesia (OGI)[9][10] dan program IMAGES (Improving Ministries and Agencies Website for Budget Transparency), bagian dari gerakan Open Government Indonesia insiatif Universitas Paramadina, media dan organisasi masyarakat sipil. Inisiatif ini didukung UKP4 (Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Ombudsman-RI, dan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres).[11] Program ini memberikan penghargaan e-Transparency Award pada 2013 dan 2014 kepada kementerian dan lembaga negara yang menerapkan transparansi melalui website resminya.[12] Meski menggalakkan transparansi di pemerintahan namun ia mengingatkan untuk melindungi informasi dikecualikan atau rahasia. Ketika muncul kasus kebocoran surat perintah penyidikan (spindik) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Aman mengingatkan bahwa pelaku pembocor informasi rahasia dapat diancam pidana.[13] Hal ini didukung oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, bahwa meski maksudnya baik, bila pembocornya adalah internal KPK maka bisa kena sanksi kode etik dan pidana.[14] Dugaan bocornya dokumen sprindik yang memuat status tersangka Anas Urbaningrum membuat KPK membentuk Tim Investigasi yang akan menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik bila ada internal KPK yang membocorkannya. Sebaliknya bila ada informasi publik yang ditutup-tutupi, seperti kasus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menyebabkan puluhan pegawai KPK diberhentikan, Aman juga angkat suara dengan menyatakan bahwa bila ada kepentingan publik yang lebih besar, maka akses informasi bisa diberikan sebagian sesuai kepentingan publik tersebut.[15] Meskipun akhirnya putusan sidang sengketa informasi di KIP menolak permintaan informasi soal TWK yang diminta oleh para pegawai KPK tersebut, dengan alasan informasi TWK tergolong dikecualikan(rahasia) tidak dikuasai oleh KPK.[16] Sebagai akademikus Aman mengajar Komunikasi Politik sebagai Dosen[17] di Universitas Paramadina, melakukan penelitian, menulis dan menerbitkan publikasi ilmiah dalam bentuk jurnal dan buku[18] dan artikel atau kolom di media massa. Karya jurnalisme, artikel kolom dan esai karyanya sebagai penulis[19] dimuat di berbagai media, seperti TEMPO,[20], GATRA [21] Jawa Pos,[22] Kumparan,[23] Kedaulatan Rakyat, dan Panji Masyarakat.[24]
Referensi
|