Tigalingga, Dairi
SejarahTigalingga adalah salah satu wilayah perbatasan yang oleh penguasa Belanda dulu disebut sebagai Onderdistrik van Karo Kampung. Kawasan ini meliputi lima kenegrian yakni Tigalingga, Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar Kidupen Manik, dan Lau Juhar. Dinamai Karo Kampung karena kulturnya mayoritas Karo dan kawasan ini merupakan wilayah Karo yang masuk wilayah Dairi akibat demarkasi oleh Belanda. Pada tahun 2003, kecamatan Tigalingga dimekarkan menjadi kecamatan Gunung Sitember. PemerintahanKecamatan Tigalingga terdiri dari 14 desa yang adalah sebagai berikut:
DemografiSukuPenduduk kabupaten Dairi, pada umumnya merupakan etnis Batak Dairi, dan ada juga sebahagian besar lainnya berasal dari suku Batak Karo dan Batak Toba, serta sebagian kecil Batak Angkola dan Batak Simalungun. Beberapa suku pendatang yang umumnya berada di ibukota kabupaten, seperti suku Aceh, Jawa, Minangkabau, dan suku lainnya. Sementara di kecamatan Tigalingga adalah kecamatan yang multi-etnis, mayoritas penduduknya merupakan Suku Toba, disusul oleh Suku Karo, Suku Pakpak, Suku Simalungun, dan terdapat juga minoritas penduduk dari Suku Jawa. Marga yang mendominasi di Kecamatan Tigalingga beragam dan berasal dari lintas etnis; terdapat empat kelompok marga yang mencapai lebih dari 6% dari penduduk Kecamatan Tigalingga yaitu:
Sedangkan marga dari Suku Pakpak berjumlah mencapai sekitar 10,86% dari total penduduk Kecamatan Tigalingga, dimana marga terbanyak adalah Manik, Berutu, Sagala, Maibang, Padang, dan Lingga.[4] AgamaMayoritas penduduk Kecamatan Tigalingga memeluk agama Kristen. PerekonomianSumber penghasilan utama penduduk di kecamatan Tigalingga adalah di sektor pertanian dan perkebunan rakyat. Hasil bumi musiman yang terkenal dari Kecamatan Tigalingga adalah buah durian. Kecamatan Tigalingga memiliki 1 unit pasar yang bernama Pekan Tigalingga berlokasi di Desa Tigalingga dan beroperasi setiap hari kamis. CatatanReferensi
|