Artikel ini membahas wacana elit politik: antara eufemisme dan sarkasme dengan menggunakan pendekatan kebudayaan. Yang dimaksud bahasa elit politik adalah bahasa yang digunakan oleh para pemegang kekuasaan. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif ditemukan bahwa bahasa elit politik terbagi dua, yaitu eufemisme dan sarkasme. Eufemisme adalah bahasa yang lebih halus sebagai pengganti dari bahasa yang dirasakan kasar sehingga dapat mengaburkan makna, sementara sarkasme adalah bahasa yang digunakan untuk mengucapkan kata-kata yang pahit dan kasar. Penggunaan kata-kata ini dilakukan untuk mengejek, mencemoh, dan menyindir yang diduga akan menyakiti hati orang lain dan hal ini melanggar kesantunan berbahasa. Penggunaan bahasa sarkasme ini merefleksikan budaya miskin bahasa atau (linguistic poverty) di kalangan para elit politik.Kata Kunci: Wacana Politik, Eufemisme, Sarkasme