Pabrik tekstil di Indonesia merupakan sumber devisa yang penting untuk negara karena jumlahnya yang cukup banyak. Para pekerja pabrik mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan dengar. Bunyi dengan intensitas yang cukup kuat (>85 dB) dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan hilangnya pendengaran, baik sementara maupun tetap. Bila hal ini tidak mendapatkan perhatian yang serius maka dapat mengakibatkan dampak yang tidak diinginkan. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan bangsa Indonesia, Garis-garis Besar Haluan Negara 1998 dalam Pelita IV yang mengarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia serta usia harapan hidup. Tujuan penelitian untuk mengetahui prevalensi gangguan dengar yang terjadi serta jenis dan derajat ketulian pada pekerja di salah satu pabrik tekstil di Majalaya kabupaten Bandung Jawa Barat. Subjek berjumlah 109 orang pekerja terdiri atas 47 orang laki-laki dan 62 orang perempuan yang dipilih secara total sampling, mulai tanggal 26 Agustus sampai 9 September 2004 dengan penelitian bersifat deskriptif potong lintang. Dilakukan anamnesis dengan pengisian kuesioner, pemeriksaan fisis telinga, dan pemeriksaan audiometri nada murni. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gangguan dengar pada laki-laki 68,1% lebih banyak bila dibandingkan dengan perempuan 37,2%. Jenis gangguan dengar terbanyak akibat bising 41% kemudian gangguan dengar tipe sensori-neural 32%, tipe konduktif 23%, dan tipe campuran 4%. Prevalensi derajat gangguan dengar ringan 46,8%; sedang 3,7%; dan berat 0,9%. Simpulan, gangguan dengar yang sering ditemukan pada pekerja pabrik yaitu gangguan dengar yang diakibatkan oleh bising. [MKB. 2012;44(2):96?100].Kata kunci: Gangguan dengar, pekerja pabrik tekstil Hearing Test Screening at One of the Textile Factory Workers in BandungTextile factory in Indonesia is an important source of foreign exchange for the country because the numbers were quite a lot. The factory workers have a high risk for the occurrence of hearing disorders. Sound intensity more than 85 dB in a long time could cause hearing loss, both temporary or permanent. If this does not get serious attention, it can results in adverse effects. It is not in accordance with the objective of the development of Health of Indonesia, Outlines of State Policy 1998 to improve community health status and quality of human resources and life expectancy. The objective of this study was to determine the prevalence, degree and type of hearing loss in one of textile factory workers in Majalaya Bandung West-Java. Subjects were 109 workers, consisted of  47 males and 62 females, chosen by total sampling. Sampling was due in August 26 until September 9, 2004. The study design was descriptive cross-sectional. Data was obtained from anamnesis with questionnaire, otologic examination and pure tone audiometry evaluation. The results showed  that hearing loss was more common in male subjects 68.1% compared to female subjects 37.2%. The most common hearing loss was noise induced 41%, followed by sensorineural 32%, conductive 23%, mixed type hearing loss 4%. The prevalence of mild hearing loss was 46.8%, moderate 3.7% and severe 0.9%. In conclusion, hearing disorder which is frequently found in the factory workers is noise-induced hearing loss. [MKB. 2012;44(2):96?100].Key words: Hearing loss, textile factory workers  DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v44n2.82