AbstrakIndonesia merupakan negara berpenduduk keempat terbanyak setelah Cina, India dan Amerika. Indonesia sedang mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi peningkatan penyakit tidak menular (PTM), sementara penyakit menular (PM) seperti malaria, tuberkulosis dan demam dengue prevalensinya masih tinggi. Tingginya morbiditas merupakan lahan yang bagus untuk melaksanakan obat anti PM dan anti PTM yang mendapat paten karena pangsa pasarnya yang sangat luas. Sayangnya potensi pasar yang masih luas ini hanya ditangkap oleh luar negeri. Data dari Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) pada tahun 2010 menunjukkan pemohon paten dalam negeri yang mendapatkan persetujuan perlindungan paten (granted) hanya 4,6% sedangkan dari luar negeri sebanyak 92,03%. Hal yang sangat ironis bagi Indonesia yang merupakan negara dengan potensi bahan dasar obat alam dan keanekaragaman hayati terbanyak ketiga setelah Brazil dan Cina. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi situasi paten obat yang terdaftar di Direktorat Paten, Ditjen HKI, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dalam 7 tahun terakhir (tahun 2005 sampai 2011) untuk PM (malaria dan tuberkulosis) dan PTM (hipertensi dan diabetes). Metode observasional dengan penelusuran dokumen paten dari alamat web instansi terkait. Hasilnya Indonesia hanya mendaftarkan 4,9% dari seluruh paten yang didaftarkan di Dirjen HKI dari tahun 2005 sampai dengan 2011, sebagai berikut untuk obat anti-hipertensi 3,4% dari 89 paten, anti-diabetes hanya 4,8% dari 250 paten, anti malaria 21,1% dari 18 paten anti-tuberkulosis 7,1% dari 14 paten. Sebagian besar paten yang didaftarkan oleh pendaftar Indonesia merupakan paten obat ekstrak herbal atau komposisinya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah paten obat untuk PTM dan PM di Indonesia masih didominasi paten luar negeri.Kata Kunci : Situasi paten, obat, Ditjen HKI, IndonesiaAbstractIndonesia is the fourth most populous country after China, India and America. There has been an epidemiological transition. While the prevalence of infectious diseases such as malaria, tuberculosis and dengue fever is still high, the incidence of non-communicable diseases is increasing. High rates of morbidity becomes good opportunity to develop medicine for infectious diseases as well as non-communicable diseases to get patent because of a very large market share. Unfortunately, the vast market potential is only captured by foreign countries. Data from the Directorate General of Intellectual Property Rights (IPR DG) in 2010 showed that domestic patent applicants who get approval (granted) were only 4.6% while overseas were 92.03%. This situation is very ironic, since Indonesia is a country with potential basic ingredient of natural medicines and the third highest biodiversity after Brazil and China. The aim of this study was to evaluate patent situation of medicine registered in IPR DG, Law & Human Rights Ministry in the last 7 years (2005 to 2011) for infectious diseases (malaria and tuberculosis) and non communicable (hypertension and diabetes). This study used observational method by tracing patent documents from web addresses of the relevant agencies. It showed that Indonesia only registered 4.9% patent from all patents registered in IPR DG from 2005 to 2011. Indonesia only registered 3.4% from 89 patents for anti-hypertension, 4.8% from 250patents for anti-diabetic, and 21.1% from 18 patents for anti-malaria, and 7.1% from 14 patents for antituberculosis. Most of the patents filled or registered by Indonesian registrant is a patent medicine of herbsâ extract or its composition, it was concluded that medicine patents for non-communicable diseases and infectious diseases in Indonesia are dominated by foreign country.Keywords : Patent situation, medicine, IPR-DG, Indonesia