Isu dilaksanakannya desentralisasi pendidikan di Indonesia sudah bertiup kencang. Di tingkat elite pendidikan, isu ini bahkan telah menjadi semacam primadona. Meski belum menjadi keputusan politik kapan waktu yang tepat untuk mulai melaksanakannya tetapi sistem sosialisasinya sudah mulai berjalan. Di berbagai pertemuan formal maupun nonformal para pejabat sudah mulai mengumandangkan konsep yang dianggap baru ini; tentu saja untuk Indonesia. Dalam era informasi sekarang ini sistem evaluasi dini memang sangat diperlukan, meskipun sistem ini tidak bebas dari kelemahan. Adapun kelemahan yang paling mendasar adalah kalau evaluasi dini yang disampaikan tersebut mengandung kekeliruan maka buyarlah keseluruhan bangunan konsep yang sedang dirintis. Dan hal itu nampaknya sedang terjadi. Beberapa oknum elite pendidikan kita terkadang terlalu optimis terhadap sistem desentralisasi pendidikan sehingga dalam komentarnya sering berlebihan. Seolah-olah sistem desentralisasi adalah sistem yang paling bagus di dunia sehingga sistem sentralisasi pendidikan yang selama ini dilaksanakan di negara kita "diobok-obok" habis-habisan. Mereka lupa bahwa dalam sistem desentralisasi pun ternyata sentralisasi dalam berbagai aspek masih diperlukan. Mereka juga lupa bahwa konsep desentralisasi pendidikan di negara kita sama sekali belum matang. Ketika oleh World Bank saya diminta memfasilitasi diskusi tentang sistem desentralisasi pendidik-an pada Februari 1999 lalu kita pun belum menemukan konsep yang jitu. Kiranya perlu dicatat bahwa dalam diskusi tersebut hadir pula banyak pakar pendidikan, praktisi pendidikan, serta pejabat Depdikbud termasuk menteri pendidikan Joewono Soedarsono.