Momentum berdirinya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang lalu secara politis telah kita sepakati sebagai  tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia di dalam mencapai kemerdekaannya. Bahkan, secara kultural historis, para ahli sejarah dan pakar politik, sering menempatkan peristiwa tersebut sebagai titik awal dimulainya perja-lanan sejarah baru bagi bangsa Indonesia.         Memang,  peristiwa 20 Mei 1908  merupakan momentum  yang amat strategis bagi perjuangan bangsa Indonesia,  meskipun secara semantik terminologi Indonesia sendiri belum populer waktu itu. Momentum yang memiliki kekuatan sentrifugal dan sentripetal dalam proses kristalisasi wawasan kebangsaan Indonesia.  Wajarlah, kalau tanggal tersebut melalui salah satu keputusan Presiden Republik Indonesia di tahun 1959 kita peringati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.       Tentang proses awal tumbuhnya  wawasan kebangsaan Indo-nesia, kita memiliki dua teori yang semuanya rasional-argumentatif;  pertama, wawasan kebangsaan Indonesia secara embrional tumbuh sejak sebelum masa sejarah Indonesia modern berlangsung.  Kedua, wawasan kebangsaan baru tumbuh bersamaan munculnya masa seja-rah Indonesia modern yang ditandai berdirinya Boedi Oetomo.       Teori pertama menarik garis linear  ke belakang sampai abad ke-14, Zaman Majapahit,  dan hingga abad ke-7,  Zaman Sriwijaya,  sebagai dua titik awal tumbuhnya wawasan kebangsaaan Indonesia secara embrional; tentu saja istilah 'Indonesia' harus ditafsir secara khusus. Istilah Indonesia sebagai sebutan bagi wilayah Nusantara yang dijiwai oleh "Wawasan Sriwijaya" dan "Wawasan Majapahit", kehadirannya memang tidak diinginkan oleh penjajah Belanda waktu itu.  Karena itu Belanda selalu menonjolkan istilah yang lebih mem-belanda, yaitu Hindia Belanda atau Nederlandsche Indie, sebagai sebutan bagi wilayah Nusantara.