Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi, sebagian besar bermata pencaharian sebagai pekerja yaitu 114,63 juta orang, sebanyak 42,38 juta orang (36,97%) bekerja pada sektor formal dan 72,25 juta orang (63,03%) bekerja pada sektor informal (Badan Pusat Statistik, 2014). Data tersebut menunjukan bahwa bidang informal memiliki jumlah pekerja yang lebih tinggi dari sektor formal, namun pada kenyataannya sektor informal memiliki kontrol keamanan kerja yang lebih longgar daripada sektor formal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui resiko apa saja yang dapat terjadi pada pekerja bengkel reparasi elektronik informal di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber informasi menggunakan data primer dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi. Hasil menunjukkan bahwa bahaya yang teridentifikasi di bengkel reparasi elektronik sejumlah 45 bahaya meliputi: penanganan dan penyimpanan material (10 bahaya), penggunaan perkakas tangan (9 bahaya), pengamanan mesin (5 bahaya), desain tempat kerja/bengkel (6 bahaya), pencahayaan (5 bahaya), cuaca kerja (5 bahaya) dan fasilitas pekerja (5 bahaya). Penilaian tingkat risiko/bahaya yaitu rendah (9 bahaya), sedang (8 bahaya), tinggi (16 bahaya), ekstrim (12 bahaya). Pengendalian risiko/bahaya yang sudah direncanakan sejumlah 23 tindakan dan yang belum direncanakan sejumlah 22 tindakan. Saran kepada manajemen bengkel yaitu menghilangkan atau mengurangi bahaya yang sudah teridentifikasi di bengkel reparasi elektronik X, mengurangi tingkat risiko/bahaya yang ada di bengkel, segera bertindak dalam pengendalian bahaya yang sudah direncanakan dengan mengacu pada hasil HIRA.