Di Sumatera, Kakao pada umumnya dikelola petani melaui pendekatan sistem agroforestri dengan berbagai jenis tanaman pelindung. Namun belakangan ini banyak petani yang beralih ke sistem monokultur dengan menebang pohon pelindung agar produksi kakao meningkat. Hasil penelitian ini menjawab hipotesis bahwa produktivitas kakao yang dikelola secara agroforestri sederhana memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan non agroforestri dan agroforestri komplek. Penilitian dilaksanakan di Sontang, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat dari bulan Juli sampai dengan November 2018. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan produksi kakao dan keanekaragaman tanaman dalam berbagai sistem pengelolaan kebun. Penelitian dilakukan pada 36 kebun kakao dengan membuat plot berukuran 20m x 20m di setiap kebun. Data produksi diambil selama 6 kali pada plot yang sudah ditentukan. Keanekaragaman dihitung dengan mengidentifikasi semua spesies tanaman di dalam kebun kakao. Produksi kakao paling tinggi dihasilkan pada sistem agroforestri sederhana (596 kg/ha) di ikuti dengan sistem non agroforestri (400 kg/ha) dan agroforestri komplek (397 kg/ha). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem pengelolaan kebun secara agroforestri sederhana memberikan produksi dan tingkat keanekaragaman tanaman bermanfaat yang lebih tinggi dibandingkan kedua sistem yang lainnya, sehingga sistem ini dapat direkomendasikan kepada petani kakao sebagai acuan dalam pengelolaan kebun kakao secara berkelanjutan.