Pulau Bali merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang terkena aksi terorisme terbesar yaitu bom Bali I dan II. Dibentuknya UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak membuat teroris jera, serta belum menjamin perlindungan terhadap masyarakat. Hal ini dilihat dari aksi terorisme yang selalu ada tiap tahun. Pada tahun 2018 meningkatnya aksi terorisme dimana terjadi 7 aksi terorisme dibandingkan tahun 2017 terjadi 5 aksi terorisme. Sehingga dalam penelitian ini ingin mengetahui apa motif-motif yang mendasari dilakukan tindak pidana terorisme dan bagaimana upaya penanaggulangan tindak pidana terorisme yang dilakukan di Provinsi di Provinsi Bali oleh Polda Bali, FKPT Provinsi Bali, Desa Adat Kuta dan Desa Adat Renon yang terkena dampak langsung dari bom Bali I dan II. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Menggunakan pendekatan secara kriminologi. Sifat penelitian bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan teknik wawancara dan teknik studi dokumen. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Motif-motif yang sering mendasari dilakukannya tindak pidana terorisme di Indonesia adalah radikalisme, dalam kasus bom Bali I dan II motif yang digunakan merupakan radikalisme yang dimana bersumber pada faktor agama dan sosial politik. Adapun upaya-upaya penanggulangan tindak pidana terorisme yang dilakukan di Provinsi Bali oleh Polda Bali, FKPT Provinsi Bali, serta Desa Adat Kuta dan Desa Adat Renon yang terkena dampak langsung aksi terorisme bom Bali I dan II baik secara preventif maupun represif. Adapun faktor pendukung dan penghambat dari setiap instansi dalam melakukan upaya penanggulangan tindak pidana terorisme baik itu faktor sumber daya manusia, dana, aturan dan masyarakat. Kata Kunci : Kriminologi, Radikalisme, Terorisme