Pemanfaatan pekarangan rumah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari permukimaan perkotaan. Pekarangan merupakan kearifan lokal dan menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Fungsi ekosistem pekarangan sangat mendukung terwujudnya konsep arsitektur berkelanjutan. Berdasarkan pengamatan, keterbatasan ruang di perkotaan menyebabkan pemanfaatan pekarangan tidak optimal, lebih mengarah kepada fungsi estetika dan tidak produktif. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi pekarangan di permukiman perkotaan, dari aspek luas, penggunaan ruang dan pemilihan vegetasi. Penelitian dilakukan ke permukiman padat perkotaan di Kelurahan Rejowinangun Kecamatan Kotagede Yogyakarta. Pada 83 sampel rumah dari dua RT terpilih, diketahui luas kavling minimal 28m2 hingga 1650 m2 dengan tanpa pekarangan hingga 1100 m2luas pekarangan. Posisi ruang sekitar rumah untuk pekarangan menentukan tangkapan cahaya matahari yang dibutuhkan untuk fotosintesis tanaman. Sekitar 49,4% pekarangan di studi kasus permukiman perkotaan dapat menangkap cahaya matahari tidak penuh dan 39,8% pekarangan dapat menangkap cahaya matahari penuh. Jenis tanaman sebagian besar adalah tanaman hias dan tidak produktif. Keterbatasan lahan mendasari rancangan penanaman vertikal, penggunaan pot, dan tanaman merambat dengan pergola. Pemilihan vegetasi yang dapat dikonsumsi (edible plants) terutama keragaman tanaman buah, sayuran dan tanaman obat menjadi prioritas di pekarangan perkotaan. Metode rancangan dan aplikasi pemanfaatan pekarangan cukup efektif dengan metode partisipasi masyarakat dalam proses desain pekarangan produktif.