Izin Usaha Pertambangan merupakan legalitas untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan hasil-hasil alam yang terkandung dalam perut bumi dengan tujuan untuk menciptakan kemakmuran rakyat, sebagaimana yang diamanahkan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 kegiatan usaha dibidang pertambangan dapat dikelola langsung oleh negara melalui Badan Usaha Milik Negara dan atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik swasta dan atau perorangan dan koperasi.Berdasarkan uraian di atas, ditemukan masalah antara lain, bagaimana Kepastian Hukum terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang Berbeda atas Izin Kuasa Pertambangan pada wilayah pertambangan yang sama dan Apa konsekuensi hukum yang timbul akibat ketidakpastian hukum atas putusan mahkamah agung pada lokasi pertambangan yang sama. Adapun Metode Penelitian yang digunakan adalah normatif, dengan Pendekatan kasus (case approach), pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan antara lain, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 225 K/TUN/2014 sebagai penyebab tumpang tindih WIUP karena judex facti pada Pengadilan Tata Usaha Negara. Dan akibat tumpang tindih putusan berkonsekuensi tidak adanya kepastian hukum, yang mengakibatkan: (1) Tidak adanya Kegiatan Penambangan oleh Pemegang Hak Izin Pertambangan baik PT. Aneka Tambang Maupun 11 Perusahaan yang tertindih WIUP-nya (2) terjadi Pemutusan hubungan Kerja besar besaran dan (3) Penghasilan Daerah dan Negara menjadi hilang dari sektor Pertambangan di WIUP yang tumpang tindih.