Usahatani kelapa secara monokultur menyebabkan pendapatan petani sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani adalah menerapkan tanaman sela jagung diantara kelapa. Kajian adaptasi VUB Jagung diantara pertanaman kelapa telah dilakukan di Desa Teep Kecamatan Amurang Barat Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Pengkajian dilaksanakan sejak Maret sampai Juli 2010. Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul baru (VUB) jagung yang beradaptasi pada lahan diantara pertanaman kelapa, produksi tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dalam usahatani kelapa. Perlakuan yang dikaji terdiri dari lima VUB jagung yaitu Srikandi Kuning, Sukmaraga, Lamuru, Lagaligo dan Gumarang serta varietas lokal Manado Kuning sebagai pembanding. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Hasil pengkajian menunjukkan kelima VUB jagung layak diusahakan pada lahan diantara pertanaman kelapa karena dapat memberikan hasil yang cukup tinggi dibandingkan varitas lokal Manado Kuning. Hasil teringgi dicapai oleh varietas Sukmaraga dan Srikandi Kuning masing-masing yaitu 6,80 dan 6,50 t/ha menyusul Gumarang, Lamuru dan Lagaligo berturut-turut 6,40; 6,30 dan 6,20 t/ha sedangkan Manado Kuning paling rendah yaitu 3,20 t/ha. Analisis usahatani menunjukkan kelima VUB tersebut memberikan keuntungan masing- masing Sukmaraga (Rp7.677.500), Srikandi Kuning (Rp7.077.500), Gumarang (Rp6.877.500), Lamuru (Rp6.677.500) dan Lagaligo (Rp6.477.500). Produksi kelapa per hektar sebanyak 1540 kg buah kelapa per 3 bulan, dengan harga Rp1.100/kg, maka penerimaan petani kelapa per hektar per tahun Rp 1.694.000. Bila penerimaan dikurangi dengan biaya Rp1.016.400 maka keuntungan yang diraih Rp 677.600, suatu jumlah yang sangat tipis atau marginal. Analisis usahatani menunjukkan dengan mengusahakan tanaman jagung diantara tanaman kelapa akan diperoleh nilai tambah sekitar 90,53 - 91,89% atau (Rp6.477.500 - Rp7.677.500) lebih tinggi dari pada monokultur kelapa (Rp677.600). Kata kunci : Kelapa, jagung, lahan diantara kelapa, hasil, pendapatan.ABSTRACTAssesment of New Superior Varieties Corn under the Coconut Plantation at South Minahasa District, North Sulawesi ProvinceThe coconut monoculture farming has low farmer income. Efforts for increasing farmers income is applied intercropping corn under the coconut plantation. Assessment of new superior varieties corn under the coconut plantation has been done in the Teep village of South Minahasa district of North Sulawesi Province. Assessment was conducted from March until July 2010. This study aims to obtain new superior varieties (NSV) corn which is adapted to under coconut and high production so as to increase the income of coconut farmers. The treatments consisted of five NSV studied the Srikandi Kuning, Sukmaraga, Lamuru, Lagaligo, and Gumarang well as local varieties Manado Kuning as a comparison. The design used was randomized block design with four replication. The results of the assessment showed fifth NSV decent corn crop cultivated on the between the coconut as it can give results quite high compared to local varieties Manado Kuning. The results achieved by varieties Sukmaraga, Srikandi Kuning namely 6.80 and 6,50 t/ha. Gumarang, Lagaligo, lamuru respectively 6,40; 6,30 and 6,20 t/ha while Manado Kuning low at 3,20 t/ha. Analysis of farming system showed the five NSV is profit able each Sukmaraga (Rp7,677,500), Srikandi Kuning (Rp7,077,500), Gumarang (Rp6,877,500), Lamuru (Rp6,677,500) and Lagaligo (Rp6,477,500). Coconuts production as much as 1,540 kg per hectare per 3 months, the price of Rp. 1,100 kg, the acceptance of coconut farmers per hectare per 3 months Rp. 1,694,000. If revenue is reduced by the cost of the benefits achieved Rp1.016.400 Rp 677,600, an amount that is very thin or marginal. Analysis shows commercialize farming maize among coconut trees added value will be around 90.53 to 91.89% or (Rp6.477.500 - Rp7.677.500) higher than coconut monoculture (Rp677.600).