Perlindungan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana atau pelanggaran hukum seringkali bersifat sangat represif. Proses peradilan pidana anak seringkali kehilangan esensinya sebagai mekanisme yang harus berakhir dengan upaya untuk melindungi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of child). Proses peradilan pidana anak seringkali menampilkan dirinya sebagai mekanisme yang hanya berorientasi pada penegakan hukum secara formal dan tidak berorientasi pada kepentingan anak. Penanganan dan penyelesaian anak yang berkonflik dengan hukumdapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi yang harus diterima oleh anak.Namun dalam prakteknya, pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak masih mengalami berbagai hambatan, mulai dari tahap pra-adjudikasi, adjudikasi dan pasca adjudikasi. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada tahap penyidikan di wilayah hukum Polresta Pontianak. Berdasarkan data pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) SatreskrimPolresta Pontianak, bahwa selama kurun waktu tahun 2016 sampai dengan bulan September 2018 tercatat 469 kasus anak yang berkonflik dengan hukum, dimana pada tahun 2016 telah terjadi 177 kasus anak yang berkonflik dengan hukum, kemudian pada tahun 2017 telah terjadi 179 kasus anak yang berkonflik dengan hukum, sedangkan dari bulan Januari hingga bulan September 2018 telah terjadi 113 kasus anak yang berkonflik dengan hukum.Adapun tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak tersebut adalah tindak pidana pencurian, tindak pidana penganiayaan, menjadi kurir dalam tindak pidana narkotika dan tindak pidana kesusilaan. Dalam melakukan penyidikan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum tersebut, aparat penyidik dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) SatreskrimPolresta Pontianak mengakui masih mengalami hambatan-hambatan, seperti: terbatasnya sarana dan prasarana pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), belum adanya Ruang Tahanan Khusus Anak dan terbatasnya jumlah petugas penyidik khusus anak. Adapun upaya mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada tahap penyidikan dilakukan dengan cara mengoptimalkan sarana dan prasarana yang ada, walaupun dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengharuskan adanya sarana dan prasarana yang memadai dalam melakukan proses penyidikan maupun diversi, selanjutnya mengajukan anggaran untuk membuat Ruang Tahanan Khusus Anak pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Pontianak, dan terakhir dengan menambah personil penyidik khusus anak pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di Satreskrim Polresta Pontianak, sehingga memudahkan dan memperlancar proses penyidikan maupun diversi bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Keywords : Hambatan, Pelaksanaan, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Tahap Penyidikan.