Berbicara tentang Hak Milik Intelektual (HAMI) dalam perspektif fiqh menghadapi beberapa problem antara lain yaitu, pertama HAMI tergolong masalah hukum baru yang keberadaannya seperti sekarang ini belum dikenal oleh masyarakat muslim pada abad-abad terdahulu. Karena mayoritas ilmu yang dikembangkan pada masa itu adalah ilmu-ilmu syariâah yang pengajaran dan penyebarannya menjadi kewajiban kolektif (fardâ al-kifÄyah)1 dan untuk memperoleh pahala.2 Kedua, sebagian masyarakat muslim memandang HAMI hanya sebagai produk hukum Barat yang bersifat kapitalis, bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa HAMI adalah bentuk monopoli terhadap ilmu pengetahuan yang jelas-jelas tidak dapat diterima oleh Islam.3 Ketiga terdapat sejumlah teks keagamaan yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan menjadi amal jariyah seseorang yang dapat mendatangkan pahala secara berkesinambungan.