Secara khusus pada harian ini saya pernah menulis mengenai hubungan antara Ebtanas dengan UMPTN;  yang secara jelas diurai mengenai tidak adanya pola hubungan yang spesifik antara Ebtanas dengan UMPTN. Siswa yang nilai Ebtanasnya baik sama sekali tidak ada jaminan hasil UMPTN-nya memadai, demikian juga para kandidat mahasiswa baru PTN yang hasil UMPTN-nya "kritis" ternyata tidak senantiasa berasal dari siswa sekolah menengah yang nilai Ebtanas-nya "berantakan" (Supriyoko, "Hubungan Ebtanas dengan UMPTN", Pikiran Rakyat: 27 Juni 2000).       Realitas yang seperti itu tentu saja sangat menyedihkan kita semua; bukan saja karena kedua instrumen evaluasi tersebut secara akademis tidak saling "menyapa" akan tetapi hal itu juga menunjuk-kan kurang adanya hubungan koordinatif  yang memuaskan antara dua unsur departemen pendidikan nasional.         Kedua unsur departemen pendidikan nasional yang dimaksud adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen)  sebagai penyelenggara dan penanggung jawab Ebtanas dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) sebagai penyelenggara dan penanggung jawab UMPTN.       Kesedihan tersebut semakin mendalam  ketika tersebar berita adanya rencana  dari pimpinan departemen pendidikan nasional kita untuk menggabung Ebtanas dengan UMPTN.  Konon, secara prinsip rencana tersebut  sudah saling disepakati di antara pucuk pimpinan Ditjen Dikdasmen dengan pucuk pimpinan Ditjen Dikti. Persoalannya kemudian ialah  bagaimana mengoperasionalkan kesepakatan tersebut sahingga dapat dilaksanakan di lapangan.