Realita banyaknya undang-undang produksi DPR dan Presiden yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, terjadi sebagai akibat materi muatan undang-undang tersebut yang jamak mencermikan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum. Tingginya angka judicial review menjadi sinyal kurang terakomodasinya kepentingan dan hak-hak warga negara dalam sebuah produk perundang-undangan. Tidak adanya keharmonisan pengaturan yang dilakukan DPR itulah yang memberi dampak pada jamaknya undang-undang yang digugat. Tulisan ini mencoba mendeskripsikan beberapa perdebatan antinomi yang mewarnai eksistensi perundang-undangan di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan, antinomi— pertentangan—norma dalam peraturan perundang-undangan adalah satu hal yang sulit terhindarkan, apalagi mengingat buruknya proses legislasi di DPR saat ini. Dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan, sinkronisasi dan harmonisasi norma bukanlah satu titik tekan yang utama, melainkan terkalahkan oleh politik transaksional antarfraksi di DPR yang justru tampak lebih dominan. Namun bilamana pertentangan norma tersebut justru membentuk satu aturan hukum yang simultan, dinamis, dan memenuhi cita hukum, tentu tidak menjadi persoalan. Selama tidak menimbulkan kerugian bagi pemenuhan hakhak konstitusional (constitutional rights) warga negara.