EnglishThe policy of 1999 sugar price provenue has been a controversial because it can not increase the welfare of sugar cane farmers. There are four main constraining factors in implementing this policy i.e.: (1) The sugar factories have no enough budget to buy the sugar farmers' share; (2) The appreciation of exchange rates will push down the import parity price, thus most of factories will encounter difficulties in selling their product; (3) There is still doubt for the policy makers to decide whether it will be beneficial to the producers or to the consumers; and ( 4) There is a pressure of various organizations which deal with the sugar agribusiness systems to change the pro venue price with the application of import tariff. Results of a comparative study analysis to both policies indicated that the application of sugar import tariff of 65 percents will increase the farmers' income higher than that of to the alternative food crop commodity. The tariff policy is also considered as a short term decision which is good for the present economic crisis only even though it will be apposed by the IMF.IndonesianKebijakan harga provenue gula 1999 telah menimbulkan kontroversi, karena di dalam kenyataannya tidak mampu meningkatkan kesejahteraan petani tebu. Ada empat faktor utama yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan ini, yaitu: (1) Pabrik gula tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli gula bagian petani; (2) Penguatan nilai tukar rupiah akan mendorong penurunan harga paritas impor gula, sehingga sebagian besar pabrik gula akan mengalami kesulitan dalam menjual produknya tanpa merugi; (3) Masih ada keraguan dari para pengambil kebijakan untuk memilih, apakah akan berpihak kepada produsen atau kepada konsumen; dan (4) Adanya desakan dari berbagai organisasi yang berkecimpung dalam sistem agribisnis gula untuk mengganti kebijakan harga provenue dengan penerapan tarif impor. Hasil analisis komparatif terhadap kedua pilihan kebijakan tersebut menunjukkan bahwa penerapan tarif impor gula sebesar 65 persen akan meningkatkan penerimaan petani tebu pada tingkat yang lebih besar dibandingkan dengan komoditas alternatif tanaman pangan. Kebijakan tarif juga dipandang sebagai pilihan jangka pendek yang tepat dalam kondisi krisis ekonomi seperti saat ini, meskipun akan mendapat tantangan dari IMF.