Indonesia dan Malaysia bersama dengan negara ASEAN lainnya telah melakukan liberalisasi perdagangan melalui perjanjian ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Liberalisasi tersebut dimulai dengan pelaksanaan Early Harvest Program (EHP) pada tahun 2005. Dengan menggunakan analisis daya saing Revealed Symetric Comparative Advantage (RSCA), Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), dan analisis regresi berganda diketahui bahwa daya saing biji kakao Indonesia di pasar China terhadap Malaysia ternyata tidak meningkat sejak pelaksanaan ACFTA. Daya saing ekspor biji kakao Indonesia di pasar China telah memasuki tahap kematangan. Malaysia telah menghentikan ekspor biji kakao ke China dan menggeser ke produk setengah jadi. Indonesia tidak meraih keuntungan dalam perdagangan bebas ACFTA hanya dengan mengekspor produk primer seperti biji kakao ke China. Oleh karena itu, Indonesia harus mengekspor produk kakao seperti kakao bubuk, kakao pasta dan lemak kakao untuk memperoleh nilai tambah dan memperbaiki daya saing kakao di pasar China maupun internasional.