Yuyu sawah (Parathelphusa convexa) adalah sejenis yuyu dari sukuGecarcinucidae. Menyebar terbatas di Jawa dan Bali,[4] yuyu ini biasa ditemukan di sawah-sawah, parit dan tanah bencah pada umumnya.
Pemerian
Kepiting bertubuh kecil; spesimen jantan terbesar dengan panjang dan lebar karapas berturut-turut 30 dan 40 mm.[5] Sebagaimana namanya, tubuh spesies ini relatif tebal, lk. ½ lebar karapas, dan menggembung (convex) di bagian punggung. Tepi anterolateral bergigi tiga: satu di sisi luar ceruk mata, dan dua lagi merupakan duri epibranchial yang runcing, yang mengarah ke depan dan ke dalam. Di punggung bagian depan, melintang gigir memanjang dari sisi ke sisi yang disebut 'gigir tengkuk' (post-frontal crest, post-orbital cristae); gigir mana berujung kira-kira pada tengah-tengah dasar duri epibranchial yang pertama.[2]
Kaki-kakinya (pareopod) ramping; terdapat sebuah duri kecil yang runcing di ujung masing masing ruas merus, dekat persendian dengan ruas carpus.[2] Ruas dactylus (ujung) melengkung,[5] bergigi bergerigi.
Punggung berwarna kecokelatan hingga gelap; terdapat pola lekukan di punggung serupa huruf V atau U dengan sisi atas melebar, menyambung dengan lekukan huruf H di bagian bawahnya; agak-agak mirip pola jam pasir melebar. Sisi ventral keputihan atau kekuningan, dengan abdomen (hewan jantan) bentuk huruf T terbalik bersegmen 5.[5]
Ekologi dan agihan
Yuyu ini kerap ditemukan di sawah-sawah, parit dan saluran irigasi, sungai berarus lambat,[6] serta tanah bencah pada umumnya.
Yuyu sawah, bersama beberapa kerabatnya seperti yuyu bogor (Parathelphusa bogoriensis) dan yuyu jawa (Malayopotamon javanense), merupakan hama padi yang cukup mengganggu, karena memakan semaian benih padi dan tanaman padi muda. Yuyu-yuyu ini dimangsa oleh burung bangau dan burung-burung air lainnya yang acap mengunjungi sawah. Menggiring dan menggembala bebek ke sawah yang belum ditanami padi, dapat membantu mengendalikan populasi yuyu yang menjadi hama ini.[8]
Pemanfaatan
Hanya kadang-kadang dikonsumsi secara lokal, karena bau dan rasanya tak enak; ketam ini ditangkap dengan tangan kosong, serok, atau semacam jaring angkat kecil. Yang lebih sering, ketam sawah dibunuh dan bangkainya digunakan untuk memikat walang sangit atau untuk meracun tikus sawah.[9][10][11]
Selain itu, secara tradisional yuyu sawah juga digunakan sebagai starter dalam pembuatan minyak kelapa.[12][13][14] Daging dan cangkang yuyu, setelah sebelumnya digiling lembut, dicampurkan ke kelapa parut dan difermentasi satu malam, sebelum kemudian dijemur dan akhirnya diperas minyaknya. Minyak ini populer di masa penjajahan Jepang sebagai "minyak yuyu" (Jw.: lengo yuyu); akan tetapi sekarang tak banyak yang membuatnya karena berbau kurang enak ("bau yuyu") dan mudah menjadi tengik.[15]
^ abcMan, J.G. De. 1879. "On some new or imperfectly known Podophthalmous Crustacea of the Leyden Museum." Notes from the Royal Zoological Museum of The Netherlands at Leyden. vol I: 63. Leyden :E.J. Brill. (Feb 1879)
^Klaus, S., D. Brandis, P.K.L. Ng, D.C.J. Yeo, & C.D. Schubart. 2009. "Phylogeny and biogeography of Asian freshwater crabs of family Gecarcinucidae (Brachyura: Potamoidea)." in Joel W. Martin, Keith A. Crandall, Darryl L. Felder (Eds.) Decapod Crustacean Phylogenetics,Crustacean Issues18: 513. Boca Raton:CRC Press.
^Conceicao, L.M. Da 2009. Efektivitas penggunaan bangkai yuyu, katak dan tikus sebagai atraktan walang sangit. Skripsi Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya. Yogyakarta. (tidak diterbitkan)
^Irsan, C., M.U. Harun, & E. Saleh. 2014. "Pengendalian tikus dan walang sangit di padi organik sawah lebak." Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014. Palembang, 26-27 September 2014. ISBN 979-587-529-9149-1
^Margino, S., & E. Martani. 1984. Penelitian mikrobia penghasil minyak kelapa secara fermentasi dengan ragi yuyu. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.
^Sono, G.L. 1998. Membuat minyak kelapa dengan yuyu. Jakarta: PDII-LIPI.