Yohanes Pembaptis Nam Chong-sam
Sungguh sulit bagi seorang Katolik untuk menjadi pejabat pemerintah. Yohanes Nam harus mengikuti atau membiayai upacara takhayul yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dia juga harus hadir dalam pesta Kisaeng (wanita penghibur raja dan bangsawan). Semua itu tidak baik untuk kehidupan berimannya, namun Yohanes tidak dapat meninggalkan jabatan pemerintahannya karena dia harus membiayai banyak kerabatnya. Dia berusaha untuk menghindari upacara-upacara takhayul dan sebisa mungkin hidup menurut iman dan hati nuraninya. Dia juga berusaha untuk membantu orang-orang miskin. Namun demikian, beberapa tahun kemudian, Yohanes mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur regional, dia kembali ke rumahnya dan mengajar bahasa Korea kepada para misionaris asing. Pada tahun 1863, keadaan keuangannya menjadi sulit lagi, dan dia pergi ke Seoul dan menjadi Sungji untuk raja, yaitu guru sastra Mandarin untuk mengajar anak-anak menteri pemerintah yang jabatannya tinggi. Karena inilah dia sering bertemu dengan Tuan Bupati. Pada tahun 1866, sebuah kapal dari Rusia menyerbu Provinsi Hamgyong. Setiap orang di pemerintahan terkejut dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pejabat pemerintah berpikir bahwa orang Perancis atau Inggris di Peking mungkin bisa mengusir orang Rusia. Istri dari Tuan Bupati, Min-ssi, seorang teman baik umat Katolik, menyarankan bahwa beberapa orang misionaris yang sudah berada di negara itu dapat dihubungi melalui Sungji Nam Chong-sam. Tuan Bupati meminta Yohanes Nam untuk membawa Uskup Berneux ke istana kerajaan sehingga dia dapat mempengaruhi orang-orang Perancis di Peking. Ketika Yohanes mencari Uskup Berneux, uskup sedang berada di Pyongyang. Ketika uskup kembali ke Seoul, orang-orang Rusia sudah pergi. Kejadian ini menjadi bumerang dan menjadi kesempatan untuk melakukan penganiayaan. Pejabat tinggi pemerintah yang tidak senang karena pengaruh agama Katolik menyusup ke istana kerajaan, sehingga sangat mendesak Tuan Bupati untuk melanjutkan penganiayaan. Yohanes Nam Chong-sam ditangkap pada tanggal 1 Maret 1866, dan dia dipenjarakan. Setelah begitu menderita karena siksaan, dia dijatuhi hukuman mati dan dipenggal di luar Pintu Gerbang Kecil Barat pada tanggal 7 Maret 1866. Dia meninggal menyerukan nama Yesus dan Maria. Yohanes berusia 50 tahun ketika dia menjadi martir yang mulia.[1] Referensi
|