Warok NgipikWarok Ngipik adalah Tokoh masyarakat dari Ponorogo yang berada di Ngipik, Gresik yang pernah ada pada era Kolonial Belanda, awal kemerdekaan hingga saat ini yang memiliki peran sebagai Jagabaya atau pasukan pengaman yang kala itu rawan dengan berbagai tindak kriminal seperti maling dan perampokan. Dalam sejarahnya, kota Gresik yang masih sepi penduduk mulai banyak berdatangan dari penduduk kota lain dikarenakan perkembangan Industri yang sangat pesat. Sehingga menjadi sasaran para kriminal seperti Preman, Maling dan Perampok yang meresahkan. Atas perintah Soekarno, menempatkan beberapa warok dari Ponorogo untuk mengamankan di Kota Gresik, salah satunya di bagian Ngipik. Dipilihlah para Warok karena, Soekarno paham betul akan jiwa karakter Warok, karena istri pertama Soekarno berasal Ponorogo.[1] Pada masa - masa sebelumnya di era Kolonial Belanda, Para Warok menjadi petugas pengaman di sekitar Bandar pelabuhan kota Gresik. para warok mengenakan pakaian serba hitam, ikat kepala, dengan mengalungkan sebuah kain sarung dengan membawa tongkat kecil seukuran lengan. Pakaian ini digunakan hingga era tahun 1999 untuk berpatroli meski daerah lain menggunakan pakaian hansip linmas. Saat ini, Warok Ngipik hanya tersisa satu orang saja yang sangat ditokohkan di Ngipik yang bernama Tumirano. Memiliki berbagai ilmu kedigdayaan dari gunung Ngrayun Ponorogo, dengan kumis lebatnya meski berusia lebih setengah abad akan tetapi tidak memiliki Uban, Hal itu dikarenakan gemar mengkonsumi yang alami dan aktif dalam berkesenian Reog Ponorogo di Kota Gresik. |