Tragedi Jambo Keupok

Tragedi Jambo Keupok pada 17 Mei 2003 adalah sebuah peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Jambo Keupok, Bakongan, Aceh Selatan.[1] Sebanyak 16 orang penduduk sipil tak berdosa mengalami penyiksaan, penembakan, pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) dan pembakaran serta 5 orang lainnya turut mengalami kekerasan oleh anggota TNI, Para Komando (PARAKO) dan Satuan Gabungan Intelijen (SGI).[2]

Peristiwa

Peristiwa ini diawali setelah sebelumnya ada informasi dari seorang informan (cuak) kepada anggota TNI bahwa pada tahun 20012002, Desa Jambo Keupok termasuk salah satu daerah basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh aparat keamanan dengan melakukan razia dan menyisir kampung-kampung yang berada di Kecamatan Bakongan.[3]

Dalam operasinya, aparat keamanan sering melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk sipil; seperti penangkapan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan dan perampasan harta benda. Puncaknya adalah ketika pada 17 Mei 2003, sekitar pukul 7 pagi, sebanyak 3 (tiga) truk reo berisikan ratusan pasukan berseragam militer dengan memakai topi baja, sepatu lars, membawa senjata laras panjang dan beberapa pucuk senapan mesin mendatangi desa Jambo Keupok dan memaksa seluruh pemilik rumah untuk keluar. Lelaki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak semua disuruh keluar dan dikumpukan didepan rumah seorang warga.[4]

Para pelaku yang diduga merupakan anggota TNI Para Komando (PARAKO) dan Satuan Gabungan Intelijen (SGI) menginterogasi warga satu persatu untuk menanyakan keberadaan orang-orang GAM yang mereka cari. Ketika warga menjawab tidak tahu, pelaku langsung memukul dan menendang warga. Peristiwa tersebut mengakibatkan 4 warga sipil mati dengan cara disiksa dan ditembak, 12 warga sipil mati dengan cara disiksa, ditembak, dan dibakar hidup-hidup, 3 rumah warga dibakar, 1 orang perempuan terluka dan pingsan terkena serpihan senjata, 4 orang perempuan ditendang dan dipopor dengan senjata. Peristiwa ini juga membuat warga harus mengungsi selama 44 hari ke sebuah Masjid karena takut anggota TNI akan kembali datang ke desa Jambo Keupok.[5]

Setelah 10 tahun sesudah peristiwa tersebut, warga Jambo Keupok tidak memperoleh keadilan dari negara. Bahkan mereka hingga saat ini masih mengalami trauma. Banyak anak-anak korban yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena tidak memiliki biaya (berhenti pada SD, SLTP dan SLTA). Sementara, proses hukum terhadap para pelaku belum juga dilakukan.[6][7][8]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "20 Tahun Tragedi Jambo Keupok di Aceh Selatan, TNI Membantai Warga - Acehkini.ID". 2023-05-18. Diakses tanggal 2023-10-04. 
  2. ^ SUARAKARYA.ID. "Penuntasan Kasus HAM Berat Terkendala Belum Terbentuk Peradilan HAM Adhoc". SUARAKARYA.ID (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-03. [pranala nonaktif permanen]
  3. ^ developer, mediaindonesia com (2016-09-07). "Komnas HAM: Pembunuhan Massal Terjadi di Jambo Keupok". mediaindonesia.com. Diakses tanggal 2020-05-03. 
  4. ^ "Napak Tilas Lokasi Pembantaian Jambo Keupok". ACEHKITA.COM (dalam bahasa Inggris). 2016-05-17. Diakses tanggal 2020-05-03. 
  5. ^ "Natalius Pigai: Ada Bukti Permulaan Yang Jadi Dasar Penetapan Tragedi Jambo Keupok Sebagai Pelanggaran HAM Berat". Rmol.id. Diakses tanggal 2020-05-03. [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ Taufik, Mohamad. Taufik, Mohamad, ed. "Mengenang tragedi Jambo Keupok: 10 Tahun tanpa keadilan". Merdeka.com. Diakses tanggal 2020-05-03. 
  7. ^ Armenia, Resty. "Berkas Kasus Jambo Keupok Aceh Diserahkan ke Kejaksaan Agung". CNN Indonesia. Diakses tanggal 2020-05-03. 
  8. ^ Negara, Putera (2016-09-07). "Komnas HAM: Tragedi Jambo Keupok Harus Dibawa ke Pengadilan HAM". Okezone.com. Diakses tanggal 2020-05-03. 

Pranala luar