Togog
Togog adalah nama tokoh pewayangan Jawa. Ia dikisahkan sebagai putra dewa yang lahir sebelum Semar, tetapi karena tidak mampu mengayomi Bumi, maka Togog kembali ke asalnya; pada waktu bersamaan, lahirlah Semar. RiwayatPada zaman kadewatan diceritakan Sanghyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa kahyangan dari ketiga anaknya yang lahir dari sebutir telur. Lapisan-lapisan telur yakni kulit paling luar diberi nama Batara Antaga (Togog), putih telur diberi nama Batara Ismaya (Semar) dan kuning telur diberi nama Batara Manikmaya (Batara Guru). Untuk itu sayembara diadakan dengan cara barang siapa dari ketiga anaknya tersebut dapat menelan bulat-bulat dan memuntahkan kembali Gunung Jamurdipa maka dialah yang akan terpilih menjadi penguasa Kahyangan. Pada giliran pertama Batara Antaga (Togog) mencoba untuk melakukannya, tetapi yang terjadi malah mulutnya robek dan jadi dower karena Togog memaksakan dirinya untuk menelan, padahal mulutnya tidak muat. Giliran berikutnya adalah Batara Ismaya (Semar) yang melakukannya, Gunung Jamurdipa dapat ditelan bulat-bulat tetapi tidak dapat dikeluarkan lagi karena Semar tidak bisa mengunyah akibat giginya taring semua, dan jadilah Semar berperut buncit karena ada gunung didalamnya seperti dapat kita lihat pada karakter Semar dalam wayang kulit. Karena sarana sayembara sudah musnah ditelan Semar maka yang berhak memenangkan sayembara dan diangkat menjadi penguasa kadewatan adalah Sang Hyang Manikmaya atau Batara Guru, anak bungsu dari Sang Hyang Wenang. Adapun Batara Antaga (Togog), dan Batara Ismaya (Semar) akhirnya diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat, dan pamong pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia. Semar dipilih sebagai pamong untuk para satria berwatak baik (Pandawa). Sedangkan Togog dan Bilung diutus sebagai pamong untuk para satria dengan watak buruk.Dalam perannya menjadi pamong untuk menasihati kesatria angkara murka ,Togog didampingi Bilung (Sarawita) yang tercipta dari Hawa Nafsu Togog melalui sabda sakti dari Sanghyang Podo Wenang
|