Tiongkok menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 11 Desember 2001,[1] setelah memperoleh persetujuan dari Konferensi Tingkat Menteri.[2] Sebelum dapat bergabung dengan WTO, Tiongkok harus melalui proses perundingan yang panjang dan juga melakukan reformasi terhadap ekonominya. Tiongkok juga harus menerima syarat-syarat yang lebih merugikan bila dibandingkan dengan syarat-syarat bergabung untuk negara-negara berkembang lainnya.[3][4]
Latar belakang
Hingga dasawarsa 1970-an, ekonomi Tiongkok direncanakan dari pusat oleh pemerintah komunis dan merupakan ekonomi yang tertutup. Seiring dengan dilancarkannya reformasi politik, pada awal dasawarsa 1980-an, Tiongkok mulai membuka ekonominya dan menandatangani beberapa perjanjian dagang di tingkat regional. Tiongkok mendapatkan status pengamat di GATT, dan dari tahun 1986 mulai melakukan upaya untuk bergabung. Tiongkok ingin menjadi salah satu negara pendiri WTO, tetapi upaya ini gagal karena Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Jepang menuntut agar Tiongkok mereformasi kebijakan dagangnya terlebih dahulu, terutama yang terkait dengan akses pasar.
Referensi
- ^ "WTO | Accessions: China". www.wto.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-08-06.
- ^ WT/L/432, # 01-5996 (23 November 2001). "Accession of the People's Republic of China - Decision of 10 November 2001". World Trade Organization.
- ^ Bransetter, Lee (2008), "China's embrace of globalization", dalam Brandt, Loren; Rawski, G. Thomas, China's Great Transformation, Cambridge, UK: Cambridge University Press, hlm. 655
- ^ Scott, James, Wilkinson, Rorden (2013). "China Threat? Evidence from the WTO". Journal of World Trade. 47 (4): 761–782.