Teori pelanggaran harapan merupakan salah satu teorikomunikasi yang menggambarkan bahwa seseorang memiliki harapan terhadap jarakperilakunon-verbal orang lain yang dapat memberikan kenyamanan kepadanya.[1] Teori ini melihat komunikasi sebagai pertukaran informasi yang dapat dianggap positif atau negatif tergantung pada rasa suka atau harapan antara dua orang yang berinteraksi.[2]
Hubungan Ruang
Hubunganruang yang dimaksud di sini adalah ruang personal yang menunjukkan jarak yang dipilih untuk diambil oleh seseorang dalam berhadapan dengan orang lain.[1]
Jarak tersebut dapat dibedakan menjadi 4 zona yakni:[1]
Jarak intim mencakup perilaku yang ada pada jarak 0-18 inci (0-46 cm).
Jarak personal mencakup perilaku yang ada pada jarak 46 cm-1,2 meter.
Jarak sosial mencakup perilaku yang ada pada jarak 1,2-3,6 meter.
Jarak publik merupakan jarak yang cakupannya melampaui 3,7 meter.
Kewilayahan
Kewilayahan merupakan konsep yang penting untuk dibahas dalam teori pelanggaran harapan.[1] Kewilayahan adalah kepemilikian seseorang terhadap suatu area atau benda.[1] Ada tiga jenis wilayah, yaitu primer, sekunder, dan publik.[1] Wilayah primer merupakan wilayah eksklusif seseorang dan ditandai dengan nama yang terpasang pada benda tersebut untuk menunjukkan identitas kepemilikannya.[1] Wilayah sekunder merupakan hubungan seseorang dengan sebuah area atau benda.[1] Sedangkan, wilayah publik merupakan tempat-tempat terbuka untuk semua orang dan tidak termasuk hubungan personal di dalamnya, seperti taman, gunung, dan pantai.[1]
Asumsi
Teori pelanggaran harapan memiliki tiga asumsi dasar, yakni:
Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia.[1] Sebelum seseorang melakukan interaksi dengan orang lain, seseorang memiliki harapan interaksional yang mencakup keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh komunikator sebelum ia memasuki sebuah percakapan[1]
Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari.[1] Perilaku manusia dipelajari dari budaya perilaku dan dari individu yang menganut perilaku tersebut.[1]
Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal.[1] Ketika seseorang berhadapan dengan orang lain, sebenarnya seseorang mampu untuk membuat prediksi perilaku non-verbal yang muncul dari orang tersebut.[1]
Kritik Terhadap Teori
Ruang lingkup terhadap teori ini terlalu luas karena komunikasi non-verbal adalah area yang sangat luas.[1]
Kemungkinan pengujian merupakan kemampuan teori ini untuk dapat dibuktikan kebenaran atau kesalahannya.[1][2] Akan tetapi, kenyataannya teori ini hanya sebatas memprediksi respon terhadap pelanggaran norma-norma suatu hubungan.[2]
Referensi
^ abcdefghijklmnopqWest, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: PT. Salemba Humanika. Bab 7.
Holdford DA, Lovelace-Elmore B. Applying the principles of human motivation to pharmaceutical education. J Pharm Teach. 2001;8:18.
Porter, L. W., & Lawler, E. E. 1968. Managerial Attitudes and Performance. Homewood, IL: Richard D. Irwin, Inc.
Staples, D. S., Hulland, J. S., & Higgins, C. A. (1998). A self-efficacy theory explanation for the management of remote workers in virtual organizations. Journal of Computer Mediated Communication, 3(4). Retrieved January 19, 2008, from http://www.ascusc.org/jcmc/vo13/issue4/wiesenfeld.html
Stone, R. W. & Henry, J. W. (1998). Computer self-efficacy and outcome expectations and their impacts on behavioral intentions to use computers in non-volitional settings. Journal of Business and Management, (1), 45-58.
Stone, R. W. & Henry, J. W. (2003). The roles of computer self-efficacy and outcome expectancy in influencing the computer end-user’s organizational commitment. Journal of End User Computing, 15(1), 38-53.
University of Rhode Island: Charles T. Schmidt, Jr. Labor Research Center