Teologi Kodrati adalah teologi yang mengakui bahwa manusia sanggup mengenal Allah dengan akal budinya.[1] Teologi yang dapat memaknai setiap pengalaman untuk mewartakan kebesaran Allah.[1] Pemikiran yang didasarkan atas ide-ide Aristoteles.[2] Teologi ini disebut juga teologi naturalis.[1] Gagasan yang memahami bahwa segala sesuat termasuk pikiran atau jiwa adalah bagian dari alam.[2] Teologi yang menekankan, bagaimana pikiran atau jiwa seseorang manusia melihat dan memahami dunia dalam tujuan dan makna kehidupan serta keteraturan universal menuju Allah sebagai tujuan terakhir.[1]M. Sastrapratedja menyimpulkan teologi kodrati adalah dasar dari filsafat moral.[3]Thomas Aquinas menjabarkan teologi Kodrati secara tradisional yang berbeda dari ajaran Anselmus dari bukti-bukti adanya Allah dan sifat-sifat Allah.[1]
Bukti-Bukti Keberadaan Allah
Pengetahuan manusia tidak terlepas dari alam indrawi.[1] Menurut Thomas Aquinas, pengetahuan manusia dapat mengetahui eksistensi Tuhan melalui alam indrawi.[1] Pemikiran Thomas Aquinas atas eksistensi Allah ditemukan dalam lima jalan atau Quinque viae dengan prinsip kausalitas.[1] Allah dipandang sebagai prinsip pertama yang menjadi sebab (causa) tertinggi dari setiap gejala alamiah di bumi.[1] Adapun lima jalan kausalitas tersebut yakni jalan gerak atau motus ; jalan sebab-akibat atau ex ratione causae efficiens ; jalan kemungkinan dan keniscayaan atau ex possibili et necessario ; jalan derajat kausalitas atau ex gradibus qui in rebus inveniuntur dan jalan finalitas (kenyataan dunia terselenggara dengan baik) atau ex gubernatione rerum.[4]
Pertama, fakta adanya gerak di dunia jasmani.[1] Seperti perubahan fisik terjadi disebabkan oleh gerak dan sesuatu yang menggerakkan pasti digerakkan oleh sesuatu yang lain.[1] Gerakan tersebut tidak dapat berjalan tanpa batas sampai tidak terhingga.[1] Fakta tersebut menyimpulkan adanya gerak pertama yang tidak digerakkan oleh pengerakkan yang lain.[1] Thomas Aquinas menyebut pengerak pertama adalah Allah.[1]
Kedua, fakta adanya sebab-akibat.[1] Akibat disebabkan oleh sesuatu, di mana tidak semua merupakan penyebab yang menghasilkan dirinya sendiri dan penyebab pertama tidak mungkin terbatas (infinitum).[1] Thomas Aquinas menyebut pengerak pertama yang tidak disebab sesuatu yang lain adalah Allah.[1]
Ketiga, adanya kemungkinan dan keniscayaan di dunia jasmani.[1] Di dalam dunia, ada yang bisa berubah dan bisa musnah.[1] Maka, perubahan dapat terjadi bila diadakan oleh sesuatu yang telah ada sebelum yang telah ada.[1] Thomas Aquinas menyebut sesuatu yang ada sebelum yang lain ada adalah yang niscaya dan mutlak yaitu Allah.[1]
Keempat, pembuktian tingkat kausalitas.[1] Di dunia jasmani ada ukuran, ada kurang ada lebih seperti kurang adil atau lebih adil, dll.[1] Thomas Aquinas menyebut ukuran yang superlatif dan sempurna adalah Allah.[1]
Kelima, kenyataan dunia terselenggara dengan baik.[1] Segala ciptaan dapat mencapai tujuan yang yang terbaik, baik yang tidak berakal budi maupun berakal budi.[1] Thomas Aquinas menyebut penyelenggara tertinggi di dunia jasmani adalah Allah.[1]
Sifat-sifat Allah
Sifat-sifat Allah dapat ditemukan dalam ajaran Thomas Aquinas tentang jalan triganda atau Triplex via.[1] Jalan triganda didasarkan pada analogia entis.[1] Ajaran yang tentang perbedaan dan persamaan Allah sang infinitum dan semua ciptaanNya termasuk manusia.[1] Dalam hal ini, Thomas Aquinas menekankan corak atau wujud / entis Allah dan ciptanNya.[1] Adapun sifat-sifat Allah dapat dilihat melalui akal budi manusia yakni jalan positif via positiva atau jalan afirmatif; jalan negatif via negativa dan jalan keunggulan via eminentiae.[1]
Pertama, jalan positif melihat Allah dan ciptaanNya memiliki sifat baik atau positif. Contoh, manusia baik, maka Allah juga baik, dll.[1]
Kedua, jalan negatif melihat perbedaan Allah dan ciptaanNya.[1] Thomas Aquinas memahami bahwa segala yang terdapat pada ciptaan tidak berada pada entis Allah.[1] Contoh, Allah baik, tetapi baiknya Allah tidak sama dengan baiknya ciptaanNya.[1]
Ketiga, jalan keunggulan melihat Allah dan ciptaanNya memiliki perbedaan keunggulan.[1] Jalan ini melihat adanya jarak tidak terhingga antara Allah dan ciptanNya bahkan melebihi keadaan ciptaan.[1] Analogi entis yang mengacu pada eksistensi Allah dan tercermin dalam diri ciptaan. Contoh, manusia itu baik, tetapi Allah adalah maha baik.[1]