Tenun Bentenan
Tenun Bentenan atau Kain Bentenan merupakan kain Tenun Tradisional hasil karya Suku Minahasa yang telah ada sekitar abad ke-7. Kain Bentenan merupakan warisan budaya yang pada awalnya berbahan dasar dari serat kulit kayu yang disebut Fuya, diambil dari Pohon Lahendong dan Pohon Sawkouw, nanas dan pisang yang disebut Koffo, serta serat bambu yang disebut Wa'u, kemudian dilakukan proses tenun secara tradisional. Sekitar abad ke-15, Suku Minahasa mulai menenun dengan benang katun dari hasil tenunan inilah dinamakan Kain Tenun Bentenan karena di tenun di Desa Bentenan yang terletak di Pantai Timur Minahasa Selatan yang kemudian sekarang menjadi wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara. Pada masanya, Kain Tenun Bentenan adalah salah satu kain yang sangat tinggi pembuatannya. Bukan saja karena pembuatannya, namun sebelum kain ini ditenun diadakan ritual pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa. SejarahPada awalnya Kain Bentenan hanya dipakai oleh para pemimpin adat (Tonaas) dan pemimpin agama (Walian) dalam berbagai upacara adat Minahasa seperti upacara membangun rumah, menentukan masa tanam, sampai berperang. Kain ini juga digunakan dalam berbagai upacara daur hidup sebagai kain pembungkus bayi yang baru lahir, bagian dari upacara pernikahan, juga pembungkus jenasah bagi kalangan tertentu. Dalam upacara tersebut, Walian dan Tonaas akan memohon perlindungan pada Opo-Opo (dewa) dengan membaca mantra khusus. Kain Bentenan sempat menghilang dan tidak diproduksi selama lebih dari 200 tahun. Tak mengherankan apabila jumlah kain bentenan antik sampai saat ini tidak sampai sepuluh buah di dunia. beberapa diantaranya disimpan di museum di Belanda dan di belahan bumi lainnya.[1] Pada saat ini Kain Bentenan telah dikembangkan dan diproduksi secara kormesil, dapat anda temukan di Kota Manado dengan jenis kain tenun ataupun cetak, cocok sebagai buah tangan atau pakaian acara resmi lainnya. MotifKain Bentenan asli memiliki tujuh motif yaitu :
Referensi
|