Sura (bahasa Jawa: surå, ꦱꦸꦫ, konsonan "o" dibaca [surɔ]) adalah bulan pertama dalam penanggalan Jawa. Nama "sura" diambil dari salah satu peringatan keagamaan pada bulan pertama penanggalan Islam, yaitu peringatan Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Bulan Sura berimpit dengan bulan Muharram, meskipun awal atau akhirnya dapat berbeda. Bulan ini berusia 30 hari.
Pada tanggal 1 Sura, yang menurut hitungan penanggalan Jawa dimulai sebelum jatuh waktu maghrib menjelang malam pada hari sebelumnya, dilakukan beberapa ritual di sejumlah tempat di Pulau Jawa maupun oleh kelompok pengikut aliran spiritual tertentu.
Salah satu ritual peringatan yang paling banyak diliput adalah kirab pusaka di dua keraton di Kota Surakarta. Tanggal 1 Sura atau 1 Muharram adalah hari libur nasional di wilayah hukum Indonesia, sebagai "Tahun Baru Hijriyah".
Peringatan Satu Sura oleh Istana Mangkunegaran
Pura Mangkunegaran, sebagai salah satu pusat kebudayaan penerus tradisi Mataram, melakukan ritual pencucian pusaka, kirab pusaka, dan laku tirakat pada malam satu Sura. Informasi berikut berasal dari petunjuk tata-cara pelaksanaan kirab pusaka keraton (Lampah-lampahipun Miyosipun Pusakadalem).
Kegiatan dimulai dengan persiapan seusai waktu Asar. Pusaka-pusaka yang akan dikirab sebelumnya telah dibersihkan (dicuci) dan air cucian ditampung. Pusaka disimpan di kamar pusaka. Tamu dan peserta kirab pria mengenakan beskap hitam, berkain batik, dengan iket (blangkon) dan mengenakan keris. Tamu dan peserta kirab putri mengenakan kemben batik atau mengenakan kebaya hitam, dengan sanggul. Khusus peserta kirab mengenakan samir dengan warna khas Mangkunegaran: pari anom, yaitu warna kuning keemasan dan hijau.
Upacara dimulai biasanya pukul 1900 atau bakda (seusai) 'Isya. Pada saat itu, pengageng Pura (Istana) Mangkunegaran yaitu Adipati Arya Mangkunegara yang berkuasa (disebut Sampéyandalem Ingkang Jumeneng, sejak 1987 adalah KGPAA Mangkunegara IX), disertai dengan keluarga akan menempati Peringgitan (bagian emperan istana yang menghadap pendhåpå).
Ketua panitia didampingi kerabat senior memohon izin untuk menjemput lima pusaka yang akan dikirab dari kamar pusaka. Setelah pusaka dikeluarkan, ketua panitia akan memimpin iring-iringan kirab setelah mendapat izin dari Sampéyandalem Ingkang Jumeneng. Iring-iringan diawali dengan kerabat istana, lalu pusaka satu per satu dikeluarkan menuju ke pendhåpå. Masing-masing pusaka akan diiringi oleh serombongan petugas. Dari kelima pusaka, empat di antaranya adalah tombak.
Rute kirab adalah jalan yang melingkari istana, memutar searah jarum jam, dimulai dari gerbang selatan Istana. Prosesi kirab dilakukan tanpa suara dan tanpa cahaya. Pada saat bersamaan di Masjid Mangkunegaran dilakukan pembacaan ayat-ayat suci Alqur'an (séma'an). Kirab biasanya berakhir menjelang pukul 21, dan pusaka kemudian dikembalikan ke dalam kamar pusaka. Setelah pengembalian pusaka selesai, ketua panitia melaporkan pelaksanaan kirab kepada Sampéyandalem Ingkan Jumeneng. Pada saat itu, air cucian pusaka yang telah disiapkan di depan pendhapa akan diperebutkan oleh warga yang sejak sore telah mendatangi Istana.
Pada sekitar pukul 22.00 kerabat kraton berkenan untuk bertemu dengan warga dan akan melemparkan bingkisan kecil berisi koin dan bunga kering kepada warga untuk diperebutkan.
Setelah acara ini, para kerabat istana akan memasuki istana untuk mempersiapkan laku tirakat pada tengah malam. Upacara meditasi ini akan dipersiapkan sejak pukul 23.00.
Para peserta diminta mengenakan pakaian tradisional berwarna hitam. Sejumlah pusaka (yang tidak ikut dikirab) akan disiapkan di Dalem Ageng (ruang singgasana). Peserta yang mengenakan pakaian adat dipersilakan memasuki Dalem Ageng, sementara yang tidak, akan duduk di peringgitan.
Pada pukul 24.00 dilakukan tirakatan (meditasi) selama satu jam. Seluruh pencahayaan dimatikan dan peserta tidak diperkenankan bersuara.
Pada pukul 01.00 tirakatan selesai dan pusaka-pusaka dikembalikan ke kamar pusaka.
Lihat pula
Rujukan
- Panitia 1 Suro dan Pengetan Wiyosan Jumenengan SIJ Mangkunagoro IX Ingkang Kaping 25 Tahun 2012. 2012. Lampah-lampahipun Miyosipun Pusakadalem. Brosur petunjuk pelaksanaan.
Pranala luar