Skandal pengintaian Australia–Timor LesteSkandal pengintaian Australia–Timor Leste dimulai tahun 2002 ketika Australian Secret Intelligence Service (ASIS) terbukti meletakkan alat perekam rahasia di kantor kabinet Timor Leste pada tahun 2004 dengan tujuan mengumpulkan informasi rahasia terkait perundingan bilateral ladang minyak dan gas Greater Sunrise di Celah Timor.[1] Witness K, mantan pejabat intelijen senior ASIS yang ditugaskan melakukan penyadapan ini, pada tahun 2012 menginformasikan bahwa pemerintah Australia memiliki pengetahuan rahasia tersebut dan memanfaatkannya pada negosiasi Treaty on Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea (CMats).[2] Perjanjian ini menghentikan upaya Timor Leste untuk memperluas wilayah bawah lautnya selama 50 tahun, wilayah yang diperkirakan mengandung cadangan minyak dan gas senilai US$40 miliar.[3][4] Timor Leste sampai sekarang menyangkal keabsahan perjanjian tersebut. Pada Maret 2014, Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Australia untuk menghentikan pengintaiannya terhadap Timor Leste.[5] Mahkamah Arbitrase Permanen di Den Haag saat ini mempertimbangkan klaim wilayah oleh Timor Leste.[2] Identitas Witness K harus dirahasiakan menurut Intelligence Services Act dan siapapun yang melanggar undang-undang tersebut akan diproses secara hukum.[3] Hukum internasionalMahkamah Internasional (ICJ)Pada tanggal 3 Maret 2014, menanggapi permintaan Timor Leste mengenai indikasi tindakan perlindungan sementara, ICJ memerintahkan Australia untuk tidak mengganggu komunikasi antara Timor Leste dan penasihat hukumnya dalam sidang arbitrase dan hal-hal terkait.[6] Kasus ini secara resmi dihapus dari jadwal ICJ pada tanggal 12 Juni 2015[7] setelah Timor Leste membenarkan bahwa Australia telah mengembalikan dokumen rahasia tersebut. Agen Timor Leste menjelaskan bahwa "setelah dokumen dan data yang dikumpulkan Australia tanggal 12 Mei 2015 dikembalikan, Timor Leste telah memenuhi tujuan Permohonannya kepada Mahkamah, khususnya pengembalian properti milik Timor Leste, dan pengakuan Australia berarti bahwa tindakan-tindakannya melanggara hak-hak kedaulatan Timor Leste”.[8] Mahkamah Arbitrase PermanenPada tahun 2013, Timor Leste mengajukan kasus ke Mahkamah Arbitrase Permanen Den Haag untuk keluar dari perjanjian gas yang ditandatanganinya bersama Australia karena Timor Leste menuduh Australia menyuruh ASIS menyadap ruang kabinet Timor Leste di Dili tahun 2004.[9] Pada April 2016, Timor Leste mengajukan kasus ke Mahkamah Arbitrase Permanen di bawah UNCLOS mengenai perbatasan laut dengan Australia. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan merilis pernyataan yang mengutuk tindakan tersebut. Australia menilai bahwa tindakan ini bertentangan dengan perjanjian-perjanjian sebelumnya yang ditandatangani dan dilaksanakan oleh Australia. Timor Leste percaya bahwa sebagian besar ladang minyak Greater Sunrise berada di wilayahnya dan perusahaan-perusahaan Australia merugikan Timor Leste sebesar US$5 miliar akibat perjanjian yang saat ini dipermasalahkan.[4] Sidang dengar pendapat dilaksanakan tanggal 29 Agustus 2016.[2] Pengadilan membantah klaim Australia bahwa negara tersebut tidak memiliki yurisdiksi untuk menghadiri sidang dengar pendapat tanggal 26 September 2016.[10] Lihat pulaReferensi
|