Sepeda gunung (bahasa Inggris: MTB[1]) adalah sepeda yang digunakan dalam medan berat. Sepeda gunung memiliki beberapa kesamaan dengan sepeda lain, tetapi ada fitur yang dirancang untuk meningkatkan daya tahan dan kinerja di meda kasar, lebih berat, lebih kompleks, dan kurang efisien di permukaan jalan yang halus.[2] Sepeda ini biasanya memiliki garpu suspensi, ban off-road yang besar, roda yang lebih tahan lama, rem lebih bertenaga, setang lurus, dan ekstra lebar untuk meningkatkan keseimbangan dan kenyamanan di medan kasar, serta roda gigi dengan rasio lebar yang dioptimalkan untuk topografi dan aplikasi (mis., pendakian curam atau penurunan cepat). Suspensi belakang umum ditemui pada sepeda yang digunakan untuk menempuh medan ekstrem, namun juga mulai banyak dipakai pada sepeda jalur ringan. Dropper posts biasanya juga dipasang untuk memungkinkan pengendara menyesuaikan ketinggian sadel dengan cepat.[3] (posisi sadel yang ditinggikan lebih efektif untuk mengayuh, tetapi dapat berbahaya dalam manuver agresif).
Sepeda gunung umumnya dikhususkan untuk digunakan di jalur gunung, jalur tunggal, jalan kebakaran, dan permukaan tak beraspal lainnya. Medan bersepeda gunung umumnya memiliki bebatuan, akar, tanah yang gembur, dan tanjakan yang curam. Banyak jalur memiliki fitur jejak teknis tambahan (TTF) seperti tumpukan kayu, wahana kayu, taman batu, skinnies, lompatan celah, dan wahana dinding. Sepeda gunung dibuat untuk menangani jenis medan dan fitur ini. Geometri solid dan kuat yang dikombinasikan dengan pelek yang lebih kuat dan ban yang lebih lebar juga membuat jenis sepeda ini populer di kalangan pengendara dan kurir perkotaan yang harus melewati lubang dan melewati trotoar.[4]
Sejak perkembangan olahraga sepeda gunung di tahun 1970-an, banyak subtipe baru dari sepeda gunung yang berkembang, seperti cross country (XC), enduro, all-mountain, freeride, downhill, dan berbagai jenis track dan slalom. Masing-masing membutuhkan desain sepeda gunung yang berbeda untuk kinerja yang optimal. Pengembangan MTB telah menyebabkan peningkatan perjalanan suspensi, sekarang hingga mencapai 8 inci (200 mm), dan persneling hingga 13 kecepatan, untuk memfasilitasi pendakian dan penurunan cepat. Kemajuan dalam persneling juga telah menyebabkan munculnya drivetrain "1x" (single chainring), menyederhanakan persneling menjadi satu cincin rantai di depan dengan banyak gir kaset di belakang, biasanya dengan 9 hingga 12 sproket. 1x gearing mengurangi bobot sepeda secara keseluruhan, meningkatkan ground clearance, dan sangat menyederhanakan proses pemilihan gigi, tetapi drivetrain 2 atau 3 ring masih umum ditemui pada sepeda gunung entry-level.
Ungkapan "sepeda segala medan", "sepeda segala medan", dan akronim "ATB" (all terrain bicycle) juga digunakan untuk menyebut "sepeda gunung",[5][6][7][8][9] tetapi beberapa penulis menganggap penyebutan ini ketinggalan zaman.[10]
Desain
Sepeda gunung biasanya dapat dibagi menjadi empat kategori besar berdasarkan konfigurasi suspensinya:
Rigid: Sepeda gunung dengan ban besar dan menonjol serta setang lurus, tetapi tanpa suspensi depan maupun belakang.
Hard Tail: Sepeda gunung yang dilengkapi dengan garpu suspensi untuk roda depan, tetapi rangkanya kaku.
Soft Tail: Salah satu jenis sepeda gunung terbaru, sepeda gunung dengan poros di bingkai tetapi memiliki suspensi belakang. Kelenturan bingkai akan menyerap beberapa getaran. Sepeda ini biasanya merupakan sepeda jenis cross country.
Full suspension (fatau suspensi ganda): Sepeda gunung yang dilengkapi dengan suspensi depan dan belakang. Suspensi depan biasanya merupakan garpu teleskopik yang mirip dengan sepeda motor, dan suspensi bagian belakang memanfaatkan hubungan mekanis dengan komponen untuk meredam guncangan.
Desain berorientasi disiplin
Ada beberapa desain bersepeda gunung yang berbeda, biasanya ditentukan oleh medan, dan jenis sepeda yang digunakan menyesuaikan dengan medan yang ditempunh. Desain sepeda gunung telah berkembang pesat. Pada awalnya, semuanya bersifat kustom, disesuaikan sendiri, dan digunakan sekaligus untuk sejumlah aksi, trik, balap, atau aktivitas lainnya. Desain yang dimiliki juga umumnya serupa. Seiring berkembangnya olahraga sepeda, desain dan peralatan yang lebih khusus pun diperkenalkan.
Segmentasi pasar lebih lanjut di luar sepeda XC suspensi depan sederhana mulai terjadi pada pertengahan 1990-an, karena produsen sepeda dan peralatan besar mampu memenuhi permintaan yang berubah secara khusus. Saat ini, ada berbagai macam desain yang berorientasi disiplin. Sepeda gunung bisa berharga sangat mahal dengan desain dibuat khusus sesuai disiplin atau medan yang dirancang untuknya.
Cross country (XC)
Dirancang untuk medan yang tidak terlalu ekstrem (ringan), sepeda jenis ini hanya mempunyai suspensi depan atau tanpa suspensi sama sekali. Karena hanya memiliki suspensi depan biasanya sepeda gunung jenis ini dikategorikan sebagai hardtail frame. Dirancang agar efisien dan optimal pada saat mengayuh di tanjakan, di jalan beraspal hingga jalan tanah pedesaan dan perjalanan jarak jauh. Sepeda jenis ini sangatlah disarankan bagi pemula yang ingin memulai bermain MTB.
Sepeda jenis XC dirancang memakai suspensi depan (fork) dengan travel antara 80–120 mm, dan sangat tidak disarankan untuk mengganti panjang travel lebih dari yang telah ditetapkan oleh produsen.
Trail XC
Sepeda Trail adalah perkembangan dari sepeda XC, yang umumnya digunakan oleh pengendara MTB rekreasi, dengan medan trail off-road. Sepeda ini biasanya memiliki travel dengan ukuran antara 120–140 mm. Sepeda Trail XC biasanya dibuat untuk menghadapi medan kasar lebih baik daripada sepeda jenis XC.
Biasa dipakai untuk jalur perpaduan antara cross country (XC) dan downhill ringan (light DH). Didesain untuk melintasi medan yang berat seperti naik dan turun bukit, memasuki hutan, melintasi medan berbatu, dan menjelajah medan off-road jarak jauh. Memiliki 2 suspensi depan dan belakang (double suspension). Panjang suspensi belakang (rear suspension) sekitar 6 inci dan panjang suspensi depan (fork) mulai dari 140–160 mm. Pengguna dapat melakukan pendakian gunung dengan baik (tidak berat), sekaligus juga dapat menuruni gunung dengan cepat (tidak berguncang-guncang), karena panjang suspensi yang optimal. Keunggulan sepeda jenis ini ada pada ketahanan dan kenyamanannya untuk dikendarai. Nama lain dari sepeda jenis ini adalah "Enduro".
Free Ride (FR)
Dirancang untuk mampu bertahan melakukan lompatan tinggi (drop off) dan kondisi ekstrem sejenisnya. Rangkanya kuat namun tidak secepat dan selincah sepeda jenis All-Mountain, karena bobotnya yang lebih berat, maka kurang cocok untuk digunakan dalam perjalanan jarak jauh dan sangat tidak cocok untuk tanjakan. Sepeda jenis ini spesifikasinya mirip dengan jenis Downhill. Sepeda jenis ini memiliki panjang suspensi fork bertravel antara 180–200 mm.
Downhill (DH)
Untuk medan yang sangat ekstrem, sepeda gunung jenis ini mempunyai suspensi ganda (double suspension) untuk meredam benturan yang kerap terjadi ketika menuruni lereng dan dapat menikung dengan stabil pada kecepatan tinggi. Dirancang agar dapat melaju cepat, aman dan nyaman dalam menuruni bukit dan gunung. Sepeda jenis ini tidak mengutamakan kenyamanan dalam mengayuh karena sepeda jenis ini hanya dipakai untuk menuruni lereng bukit atau gunung. Sepeda ini juga dipakai dalam perlombaan, sehingga yang menjadi titik utama dalam perancangannya adalah bagaimana agar kuat namun dapat melaju dengan cepat. Untuk menuju lokasi, para downhiller tidak mengayuh sepeda mereka, tetapi sepeda mereka diangkut dengan mobil. Sangat tidak efisien jika sepeda ini digunakan di dalam kota maupun di jalur cross country. Travel suspensi depan sepeda ini sama dengan jenis sepeda FR, antara 180–200 mm.
Dirt Jump (DJ)
Sepeda jenis ini awalnya dirancang untuk anak muda perkotaan, selain sebagai alat transportasi, untuk kebut-kebutan di jalan raya kota, atau juga digunakan untuk melakukan atraksi lompatan tinggi dan atraksi-atraksi ekstrem lainnya. Fungsi dari sepeda jenis ini sangat mirip dengan BMX, tetapi dengan bentuk yang diperbesar. Nama lain dari sepeda jenis ini adalah trial atau urban MTB.
^Olsen, J. (1999). Mountain biking. Mechanicsburg, PA: Stackpole Books.
^Tom Ambrose (2013). The History of Cycling in Fifty Bikes. Rodale Press. hlm. 157. They were well placed to exploit the coming market, but the company thought all-terrain bikes would be a short-lived phenomenon.
^Max Roman Dilthey (February 5, 2014). "The Best All-Terrain Bikes". LiveStrong.com. Diakses tanggal 2017-05-21. All-terrain bikes come suited to a variety of disciplines and conditions.
^Steve Worland (September 18, 2012). "What is a 29er?". BikeRadar. Diakses tanggal 27 August 2015. Unfortunately, the Moulton ATB had a fairly fundamental flaw.