Sel tunam mikrobaSel Tunam Mikrob (STM) atau Sel Bahan Bakar Mikrob (Inggris : Microbial Fuel Cell (MFC)) adalah suatu bioreaktor yang menggunakan mikroorganisme anaerob (tanpa oksigen) untuk mengonversi bahan organik menjadi sumber yang dapat menghasilkan listrik melalui reaksi katalitik.[1] Sel tunam mikrob mirip dengan sel tunam lainnya yaitu memiliki dua ruang elektrode, berupa anode dan katode dengan elektrolit sebagai pemisah. Yang membuat berbeda dengan sel tunam lain adalah substrat yang digunakan sebagai penghasil listrik berasal dari senyawa organik.[2] Mikroorganisme yang digunakan untuk mengoksidasi senyawa organik disebut electricigen. Pada sistem sel tunam mikrob, electricigen merupakan salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi kinerja pembangkit listrik.[2] SejarahIde pemanfaatan mikrob untuk menghasilkan listrik pada awalnya dicetuskan pada tahun 1911 oleh Michael Cressé Potter.[3] Namun, konsep hewan elektrik telah ada sejak abad ke-18, dimana Luigi Galvani melakukan eksperimen dengan kaki katak. Pada tahun 1931, konsep pengembangan praktis dari sel tunam mikrob dieksplorasi lebih lanjut dan pada sekitar tahun 1980-1990, H. Peter Bennetto berhasil mengembangkan sel tunam mikrob analitik menggunakan media sintetik.[4] Cara KerjaPada dasarnya, sel tunam mikrob terdiri dari dua ruang yaitu anode dan katode yang dipisahkan oleh suatu membran penukar proton (PEM). mikrob berada pada ruang anode dan bekerja untuk mendegradasi substrat berupa senyawa organik contohnya limbah industri rumah tangga, glukosa, atau asetat. Proses ini sama dengan reaksi oksidasi yang nantinya akan melepaskan gas CO2, elektron, dan proton berupa ion H+.[5] Elektron yang dihasilkan akan diteruskan ke katode menggunakan beberapa mekanisme yaitu melalui transfer elektron secara langsung dengan protein membran luar sel, melalui perantara yang ditambahkan pada ruang anode atau melalui sulur yang merupakan bagian dari tubuh mikrob itu sendiri. Elektron yang terkumpul di anode mengakibatkan adanya beda potensial antara anode dan katode. Ketika terdapat suatu beban yang disambungkan ke anode dan katode lewat rangkaian eksternal, maka elektron-elektron tadi akan mengalir sebagai listrik menuju katode. Sementara itu, ion H+ akan berjalan mengarah pada katode lewat PEM dan pada akhirnya elektron dan proton akan menyatu dengan oksigen dari udara sehingga membentuk molekul air atau H2O.[5] AplikasiSetelah dilakukan pengembangan lebih lanjut, sel tunam mikrob berpotensi menjadi teknologi andalan yang dapat menggunakan berbagai jenis substrat, material dan mikroorganisme untuk mendapatkan produksi bioenergi walaupun daya yang dihasilkan relatif rendah. Suatu sel tunam mikrob dapat menghasilkan daya hingga 25mW, sama seperti daya yang dibutuhkan untuk suatu alat pacu jantung,[6] walaupun dalam pembuatannya membutuhkan area yang cukup luas. sel tunam mikrob dengan mikrob spesifik sebagai suatu teknik yang unggul dalam menghilangkan kadar sulfat dalam pengolahan limbah.[7] Pada beberapa kasus, hingga 90% dari kadar COD dapat dihilangkan dan tingkat keefektifannya mencapai 80%. Air limbah yang terkumpul pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dapat dijadikan sebagai bahan makanan bagi mikrob dan secara signifikan dapat menghasilkan listrik yang dapat disalurkan ke jaringan listrik lain. Aplikasi lain yang dapat dimanfaatkan dari sel tunam mikrob adalah sebagai sensor untuk menganalisis polutan dan mengontrol proses secara in situ dimana sel tunam mikrob berperan sensor BOD untuk melihat korelasi proporsional antara hasil cuolomb sel tunam dengan konsentrasi kontaminan organik dalam air limbah.[8] Hingga saat ini, produksi bahan bakar berbasis mikrob menjadi satu-satunya teknologi dimana listrik dapat dihasilkan pada temperatur atmosfer. Selain itu, tidak diperlukan adanya proses pembakaran dan reaksinya pun tidak bergantung pada sinar matahari. Dengan melihat banyaknya keuntungan yang ada, sel tunam mikrob dapat menjadi suatu teknologi yang potensial untuk produksi energi alternatif.[6] Referensi
|