Sejarah kewarganegaraan menggambarkan hubungan timbal balik antara individu dengan negara, umumnya dikenal sebagai kewarganegaraan. Kewarganegaraan secara umum diidentifikasi bukan sebagai aspek dari peradaban Timur melainkan dari peradaban Barat.[1] Ada pandangan umum bahwa kewarganegaraan pada zaman kuno adalah suatu hubungan yang lebih sederhana daripada bentuk-bentuk kewarganegaraan modern seperti sekarang ini, meskipun pandangan ini telah ditentang.[2]
Ada ketidaksepakatan tentang kapan hubungan kewarganegaraan dimulai, banyak pemikir merujuk kepada negara-kota di awal Yunani kuno, mungkin sebagai reaksi terhadap ketakutan soal perbudakan, meskipun yang lain melihat hal ini sebagai sebuah fenomena modern sejak beberapa ratus tahun yang lalu. Di masa Roma kuno, kewarganegaraan mulai lebih banyak mengenai hubungan yang berdasarkan hukum, dengan partisipasi politik yang lebih sedikit daripada di Yunani kuno, tetapi dalam lingkup yang lebih luas daripada definisi tentang warga negara. Dalam Abad Pertengahan di Eropa, kewarganegaraan diidentifikasikan terutama dengan kehidupan komersial dan sekuler di kota-kota yang sedang berkembang, dan kemudian dilihat sebagai keanggotaan di dalam negara-bangsa yang muncul. Dalam alam demokrasi modern, kewarganegaraan memiliki indera yang berbeda, termasuk pandangan "individualis-liberal" yang menekankan pada masalah kebutuhan dan hak mendapatkan perlindungan hukum bagi makhluk politik yang pada dasarnya pasif, serta pandangan "sipil-republik" yang menekankan partisipasi politik dan melihat kewarganegaraan sebagai suatu hubungan aktif dengan hak dan kewajiban yang khusus.
Pocock, J.G.A. (1998). The Citizenship Debates. Chapter 2 – The Ideal of Citizenship since Classical Times (originally published in Queen's Quarterly 99, no. 1). Minneapolis, MN: The University of Minnesota. hlm. 31. ISBN0-8166-2880-7.