Saparan Wonolelo merupakan adat istiadat masyarakat, ritus dan perayaan-perayaan. Lokasi persebarannya berada dikabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Maestro dalam upacara adat ini ialah Purwo Widodo (Alm); Tugiman, S.S (trah Ki Ageng Wonolelo). Sampai saat ini budaya ini masih bertahan.[1]
Saparan wonlolelo merupakan salah satu upacara adat yang dlakukan untuk menyambut datangnya bulan Sapar dalam penangalan Jawa/Islam. Upacara ini biasanya dilaksanakan di dusun pondok Wonolelo, desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Uapacara Saparan Wonolelo biasanya diawali dengan pengajian akbar sebagai upaya untuk meneruskan perjuangan Ki Ageng Wonolelo sebagai ulama besar dan penyebar agama islam. Kemudian, upcara ini akan diakhiri dengan penyebaran Apem.
Acara puncak dari Saparan Wonolelo dilaksanakan padda hari jumat setelah selesai solat jumat. Acara puncak dimulai dengan kirab prajurit (bregedo), pusaka peningalan Ki Ageng Wonolelo, gunungan apem serta peserta lain yang turut memeriahkan acara ini. Kirab dimulai dari halaman balai desa Widodomartani, menuju ke makam Ki Ageng Wonolelo. Didalam barisan kirab pusaka, tampak beberapa jenis barisan prajurit, seperti Bregodo Ganggeng Samodra, Bregodo Muspika Kecamatan Ngmeplak, Bregodo Ki Ageng Wonolelo, dan Bregodo Ugel-Ugelan. Semua prajurit mengenakan kostum dan aksesoris yang berbeda-beda.[2]
Sejarah
Ki Ageng Wonolelo merupakan tokoh leluhur yang diangap sebagai cikal-bakal pembukaan Pondok Wonolelo. Ki Ageng Wonolelo yang konon memiliki nama asli Jumadi Geno, merupakan keturunan dari raja Brawijaya V sekaligus salah satu tokoh penyebar agama Islam pada masa kerajaan Mataram.
Pada masa itu Ia bermukim di dusun pondok Wonolelo, dan termasuk salah seorang yang memiliki ilmu kebatinan yag tinggi. Karenanya, Ia pernah di utus raja Mataram ke Kerjaan Sriwijaya di Palembang yang saat itu membangkang Kerajaan Mataram. Ia pun berhasil menaklukkan kerajaan Sriwijaya. Karena itulah nama Ki Ageg Wonolelo semakin tersohor dari waktu ke waktu sehingga semakin banyak orang yang datang untuk berguru padanya.
Saparan Wonolelo sendiri pertama kali digagas oleh Bapak Purwowidodo (Pak Lurah Widodomartani) bersama Kepala Dukuh Pondok Wonolelo pada tahun 1967. keduanya memiliki ide serta gagasan untuk melangsungkan upacara dengan mengumpulkan trah (keturunan Ki Ageng Wonolelo), dan merancang kegiatan yang akan dilaksanakan.
Setelah bermusyawarah dan masyarakat bersepakat, semua keturunan Ki Ageng Wonolelo diundang dan diminta untuk mengumpulkan pusaka yang tersebar di beberapa tempat untuk disatukan dan diarak keliling kampung sampai ke tujuan akhir, yaitu kompleks maam Ki Ageng Wonolelo. Kemudian pusaka tersebut disimpan di dalam rumah Tiban.
Daftar Warisan Pusaka Ki Ageng Wonolelo
Tombak, teken (tongkat) dan baju Ontrokusumo, yang di simpan di Pondok Wonolelo.
Kitab suci Al-Qur'an yang ditulis tangan oleh Ki Ageng Wonolelo, disimpan di Kalasan.
Potongan Kayu Mustaka Masjid, yang disimpan di Cangkringan.