Sandwich kebenaran

Sandwich kebenaran
Ilustrasi sandwich kebenaran.

Sandwich kebenaran merupakan istilah dalam kewartawanan yang merujuk pada strategi untuk mengatasi penyebaran informasi keliru dengan cara menyampaikan fakta terlebih dahulu, lalu membahas informasi yang salah, kemudian ditutup kembali dengan informasi yang benar.[1] Pendekatan ini dilakukan untuk mencegah penguatan klaim palsu karena dinilai efektif dalam mengoreksi persepsi yang salah,[2] serta menjadi alternatif dalam pemeriksaan fakta.[3]

Penamaan

Konsep sandwich kebenaran dikembangkan oleh seorang ahli bahasa George Lakoof,[1] dan pertama kali disinggung di media besar oleh Brian Stelter, ketika memandu gelar wicara pada siaran Reliable Sources tahun 2018.[4] Dinamakan demikian berdasarkan metafora dari roti lapis (sandwich) yang memiliki tiga lapisan; roti bagian bawah sebagai informasi faktual, isi roti sebagai infromasi keliru atau misinformasi mengenai subjek, dan roti bagian atas sebagai fakta tambahan untuk melengkapi informasi yang benar.[5] Meski sandwich kebenaran turut menyajikan informasi keliru dalam berita utamanya, hal ini tidak secara eksplisit dimaksudkan untuk menyebarkan berita kebohongan. Namun, metode ini lebih diarahkan untuk membungkus informasi keliru tersebut dengan fakta-fakta yang sebenarnya.[3]

Proses

Teknik menyisipkan misinformasi di antara berita yang benar merupakan metode efektif karena berkaitan dengan cara seseorang merespons informasi.[6] Seseorang cenderung mengingat hal pertama dan terakhir yang mereka dengar dengan lebih baik.[7] Menurut penelitian dari Harvard, proses memahami sesuatu terjadi dalam dua tahap. Pertama, tahap menyimpan informasi dalam pikiran dan kedua, tahap memutuskan kebenarannya. Ketika seseorang membaca atau mendengar informasi yang baru, mereka cenderung memprosesnya sebagai kerangka acuan untuk informasi selanjutnya. Dengan menerima informasi baru, meskipun hanya dalam waktu singkat, otak manusia mulai mencernanya.[6] Temuan tersebut juga menyatakan bahwa pada tahap kedua, yakni menilai apakah informasi patut dipercaya, merupakan tahapan yang lebih sulit dilakukan dan pada banyak kasus sering kali dilewati secara tidak sadar.[6]

Menurut George Lakoof, menempatkan berita yang salah langsung di bagian awal lalu mulai menyajikan informasi yang benar setelahnya, dapat memperkuat kebohongan berita tersebut di pikiran pembaca atau pendengar.[4] Oleh karena itu, sandwich kebenaran dirancang untuk memastikan bahwa informasi yang salah tidak menjadi hal pertama yang dibaca atau didengar oleh seseorang.[5]

Referensi

  1. ^ a b Busiek, Dave (05-02-2024). "Media can dish up a 'truth sandwich' to deal with political lies • Iowa Capital Dispatch". Iowa Capital Dispatch (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 09-12-2024. 
  2. ^ Tulin, Marina; Hameleers, Michael; de Vreese, Claes; Opgenhaffen, Michaël; Wouters, Ferre (2024). "Beyond Belief Correction: Effects of the Truth Sandwich on Perceptions of Fact-checkers and Verification Intentions". Journalism Practice: 5–6. doi:10.1080/17512786.2024.2311311. ISSN 1751-2786. 
  3. ^ a b Tulin, Marina; Hameleers, Michael; de Vreese, Claes (20-10-2022). "Comparing the Effectiveness of Different Fact-check Formats". BENEDMO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 15-12-2024. 
  4. ^ a b Memmott, Mark (20-06-2018). "Let's Put 'Truth Sandwiches' On Our Menu". NPR (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 12-15-2024. 
  5. ^ a b "George Lakoff's Truth Sandwich". Future Hindsight (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13-12-2024. 
  6. ^ a b c Gilbert, Daniel T. (1991-02). "How mental systems believe" (PDF). American Psychologist (dalam bahasa Inggris). 46 (2): 107–119. doi:10.1037/0003-066X.46.2.107. ISSN 1935-990X. 
  7. ^ Cherry, Kendra (16-01-2024). "How Does the Recency Effect Influence Memory?". Verywell Mind (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 14-12-2024. 

Pranala luar