Rinitis atrofi
Tanda dan gejalaPenyakit Rinitis atrofi ditandai dengan adanya sekresi nanah, sekresi hidung, lubang hidung kering berkerak, hidung berdarah, berkurangnya kemampuan penciuman, sakit kepala, nyeri tenggorokan, mata berair, penyumbatan saluran hidung dan halitosis atau bau mulut.[1][2] Selain itu, rinitis atrofi juga dapat menimbulkan bau busuk menyengat yang dapat tercium oleh orang lain di sekitar penderita.[2] PenyebabBerdasarkan penyebabnya, penyakit ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu rinitis atrofi primer dan rinitis atrofi sekunder. Rinitis atrofi primer dapat mucul tanpa didahului oleh penyakit atau kondisi medis tertentu. Rinitis atrofi tipe ini belum diketahui secara jelas, tetapi sebagian penderita diketahui mengalami infeksi bakteri kronis dan sinus pada hidung dengan sejumlah mikroorganisme Klebsiella ozaenae yang cukup banyak.[5] Beberapa faktor risiko yang dapat dikaitkan dengan tipe ini antara lain; faktor keturunan, adanya infeksi atau agen infeksius, malnuturisi kurang, gangguan pertumbuhan, deifisiensi fosfolipid, ketidaseimbangan hormon, dan gangguan imun dan adanya alergi.[2] Rinitis atrofi sekunder didahului atau disebabkan oleh kodisi penyebab lain atau pasca pembedahan. Prosedur pembedahan sinus, trauma pada hidung, dan penyakit seperti tuberculosis, sifilis dan lupus dapat menyebabkan seseorang lebih besar kemungkinannya mengalami rinitis atrofi tipe sekunder.[2] Selain itu, paparan radiasi yang kuat (ditemukan pada pasien kanker nasofaring), penggunakan kokain menahun juga dapat menyebabkan timbulnya tipe ini.[1] Pemeriksaan dan diagnosaPengidentifikasian penyakit dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan anamnesis berdasarkan gejala. Kecurigaan klinis yang akan mengarahkan diagnosis pada penyakit ini apabila terdapat kerak kehijauan, rongga hidung lapang, dan karakteristik foetor.[1] Beberapa pemeriksaan yang mungkin dapat dilakukan adalah nasal endoscopy, tes aliran inspirasi nasal, CT scan, tes alergi, dan sebagainya.[6] Tata laksana dan pengobatanPenatalaksanaan rinitis atrofi dapat dilakukan dengan irigasi nasal dengan douches, pemberian gliserin-glokosa pada hidung, parafin cair, oestradiol, larutan kamicetene antiozaena, injeksi ekstrak plasenta, Kloramfenikol/streptomisin, vasodilator, pemberian besi, seng protein dan vitamin A dan D, pemberian vaksin, dan sebagainya. Selain itu, pengobatan dengan prosedur pembedahan dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit ini.[1] EpidemiologiRinitis atrofi merupakan penyakit yang sudah ada sejak berabad-abad lalu. Penyakit ini lebih banyak dialami oleh jenis kelamin wanita, kelompok usia dewasa menengah, dan lebih umum terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia, India. Prevalensi penyakit di beberapa negara berkisar antara 0.3% hingga 1% populasi.[7] Referensi
|