Istilah ini digunakan setelah demonstrasi tanggal 16 September 2005 untuk menentang kebijakan Alexander Lukashenko. Pada tanggal 16 September 1999, pemimpin oposisi Viktor Goncharmenghilang; kepala pasukan istimewa kepolisian Belarus SOBR, Dmitri Pavlichenko, diduga bertanggung jawab akan hilangnya Gonchar.[2] Polisi Belarus menyita bendera putih-merah-putih yang digunakan oleh oposisi. Akhirnya aktivis dari gerakan pemuda Zubr, Mikita Sasim (Belarus: Мiкiта Cacim, Rusia: Никита Сасим), mengibarkan baju denimnya (biasa disebut "kemeja jins" dalam bahasa Rusia) dan mengatakan baju tersebut akan menjadi bendera penggantinya.[3] Kejadian spontan ini memiliki makna simbolis. Di bekas negara Uni Sovietjins adalah simbol dari budaya Barat, dan karena itu jins dianggap oleh oposisi Belarus sebagai simbol protes terhadap kebijakan Lukashenko yang mirip seperti di Soviet, serta simbol bahwa Belarus "tidak terisolasi" (dari Barat)[4] Selanjutnya, Zubr menyarankan untuk memakai jins pada hari ke-16 di setiap bulan, sebagai aksi solidaritas terhadap penghilangan paksa di Belarus.
Istilah "Revolusi Jins" memperoleh perhatian dunia setelah demonstrasi yang digelar di Minsk, ibu kota Belarus, dalam rangka adanya sengketa dalam pemilu. Sekitar 40.000 demonstran berkumpul di Lapangan Oktober pada tanggal 19 Maret 2006
Protes untuk menentang hasil pemilihan umum 19 Maret digelar segera setelah TPS ditutup pada malam hari Minggu, dengan lebih dari 10.000 orang berkumpul di Lapangan Oktober. Jumlah demonstran berkurang setiap harinya—5.000 pada hari Senin, 3.000 hingga 4.000 pada hari Selasa. Pada 23 Maret, hanya sekitar 200 orang, yang kebanyakan pemuda, yang tetap bertahan di Lapangan Oktober, Minsk. [1][pranala nonaktif permanen]
Pada 24 Maret, pemerintah mengirim polisi untuk merobohkan tenda di Lapangan Oktober dan mengatakan kepada mereka untuk bubar. Televisi negara menekankan bahwa polisi tidak melukai demonstran. Beberapa pengamat mengatakan bahwa perlakuan yang relatif lembut tersebut adalah upaya presiden Belarus untuk mendapat pandangan positif dari Barat. [2]
Pada tanggal 20 Maret, Alaksandar Milinkievič mengatakan pada 7.000 demonstran (lebih sedikit dari tanggal 19 Maret) bahwa yang mereka hadapi adalah dampak jangka panjang dari protes tersebut: "Kita, orang-orang merdeka dari Belarus, tidak akan pernah mengakui hasil pemilu. Mereka takut kepada kita. Kekuatan mereka berasal dari kebohongan". Namun, Lukashenko memperbaharui tuduhan kepada saingannya bahwa mereka merencanakan pemberontakan pro-Barat seperti di bekas republik Soviet Ukraina dan Georgia.
Pada 25 Maret, 45.000 pengunjuk rasa di Belarus bertemu polisi dan tidak menyerang mereka, karena mereka menunggu polisi huru hara. Akhirnya para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi huru hara. Polisi huru hara menangkap lebih dari 100 orang dan Alexander Kozulin, calon presiden yang kalah dari Lukashenko. Kozulin diduga diserang oleh polisi saat ditangkap [5] dan pada tanggal 14 Juli 2006, dijatuhi hukuman 5,5 tahun penjara karena tindakannya dalam aksi unjuk rasa.[6]
Pada tanggal 25 Maret, Milinkievič menyatakan bahwa ia berharap untuk menghentikan aksi unjuk rasa selama sebulan, tampaknya agar ia dapat menggalang dukungan lebih banyak lagi.